Indonesia Soroti Kesenjangan Pembiayaan Iklim dalam Pertemuan BRICS 2025

Oleh: Tim Redaksi
Senin, 07 Juli 2025 | 20:30 WIB
Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Thomas Djiwandono di forum BRICS. (Foto/Kemenkeu)
Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Thomas Djiwandono di forum BRICS. (Foto/Kemenkeu)

BeritaNasional.com - Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Thomas Djiwandono hadir mewakili untuk Menteri Keuangan (Menkeu) dalam Agenda Pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral Negara Anggota Kelompok Brasil, Rusia, India, China, South Africa (BRICS), pada Sabtu (5/7/2025), di Rio de Janeiro, Brasil. Pertemuan ini dilakukan sehari sebelum dilangsungkannya Konferensi Tingkat Tinggi BRICS.

Pertemuan puncak di jalur keuangan BRICS ini membahas perekonomian global, khususnya dampak perang dagang dan respon kebijakan di masing-masing negara serta peran BRICS dalam mendorong multilateralisme. Para Menteri Keuangan ini secara khusus juga membahas isu-isu seputar Kementerian Keuangan antara lain pendanaan untuk perubahan iklim dan beberapa inisiatif mobilisasi pembiayaan di BRICS seperti pembentukan New Investment Platform, BRICS Multilateral Guarantee dan Infrastructure Information Hub.

Secara khusus, Thomas menyerukan pentingnya pengembangan sektor keuangan negara-negara BRICS dengan penekanan khusus pada isu keuangan berkelanjutan. Pendanaan terhadap perubahan iklim kini sedang menghadapi tantangan akibat perubahan prioritas pada negara-negara maju, sehingga inisiatif Kelompok BRICS pada area ini menjadi sangat krusial.

Selanjutnya, para pemimpin negara-negara BRICS menggelar KTT Ke-17 pada Minggu (6/7/2025), di Rio de Janeiro, dengan tema “Memperkuat Kerja Sama Selatan-Global untuk Tata Kelola yang Lebih Inklusif dan Berkelanjutan”. Deklarasi Rio menandai momen penting di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik dan ketidakpastian global, serta menjadi simbol kebangkitan suara negara-negara berkembang.

Dalam isu perubahan iklim, BRICS menegaskan komitmen pada Perjanjian Paris, mendukung transisi energi yang adil, serta menuntut pembiayaan iklim yang memadai dan dapat diakses bagi negara berkembang. Disepakatinya Leaders’ Framework Declaration on Climate Finance menegaskan tanggung jawab negara maju dalam mendukung transisi hijau Global South. 

Deklarasi juga memuat sikap tegas terkait berbagai konflik global. BRICS mendesak penghentian serangan terhadap Gaza, penarikan penuh pasukan Israel, dan mendukung kemerdekaan Palestina. Mereka mengecam serangan militer terhadap Iran dan menekankan pentingnya penyelesaian damai di Ukraina melalui dialog. Selain itu, BRICS menekankan perlunya solusi “African solutions to African problems” bagi konflik di Afrika.

Di bidang ekonomi, BRICS mendorong reformasi sistem keuangan global, termasuk IMF dan Bank Dunia, agar lebih inklusif dan mewakili realitas ekonomi baru. Diluncurkannya inisiatif seperti New Investment Platform dan BRICS Multilateral Guarantees menunjukkan upaya memperkuat kemandirian finansial Selatan-Global. Pendirian BRICS Grain Exchange juga menjadi simbol kedaulatan pangan dan ketahanan rantai pasok.

Isu teknologi dan tata kelola digital turut mendapat sorotan, dengan ditekennya BRICS Leaders’ Statement on Global AI Governance yang menekankan pembangunan teknologi yang inklusif, aman, dan berdaulat. BRICS juga menolak fragmentasi internet dan mendukung penguatan kerjasama keamanan siber. 

Dengan deklarasi ini, BRICS menunjukkan diri sebagai kekuatan kolektif yang menawarkan “angin segar” bagi tatanan dunia. Komitmen pada solidaritas, inklusivitas, dan keadilan menjadi pesan utama yang ingin disampaikan ke panggung global — sebuah ajakan untuk membangun masa depan yang lebih setara, berkelanjutan, dan damai.

Sebagai Informasi, salah satu sorotan utama pada KTT BRICS tahun ini adalah diterimanya Republik Indonesia sebagai anggota penuh BRICS, bersama Belarus, Bolivia, Kazakhstan, Kuba, Nigeria, Malaysia, Thailand, Vietnam, Uganda, dan Uzbekistan sebagai mitra baru. Langkah ini menunjukkan tekad BRICS untuk memperluas pengaruh dan memperkuat solidaritas Global South, sekaligus menyeimbangkan dominasi negara-negara maju.sinpo

Editor: Harits Tryan
Komentar: