Virus Hanta Berasal dari Hewan Pengerat: Kenali Gejala, Pengobatan, hingga Pencegahannya

Oleh: Tim Redaksi
Kamis, 19 Juni 2025 | 19:14 WIB
Tikus termasuk hewan pengerat. (Foto/Freepik)
Tikus termasuk hewan pengerat. (Foto/Freepik)

BeritaNasional.com - Selain leptospirosis dan pes, ada satu lagi penyakit zoonosis berbahaya yang disebarkan oleh hewan pengerat (rodensia), tetapi belum banyak dikenal masyarakat. Yakni, virus hanta. 

Penyakit ini disebabkan oleh virus dari genus Orthohantavirus, dengan tikus dan celurut sebagai reservoir utamanya.

Di Indonesia, beberapa jenis tikus telah terkonfirmasi sebagai pembawa virus hanta, antara lain Rattus norvegicus (tikus got) dan R. tanezumi (tikus rumah). 

Jenis tikus lain yang juga menjadi reservoir adalah R. tiomanicus (tikus belukar), R. exulans (tikus ladang), R. argentiventer (tikus sawah), Mus musculus (mencit rumah), Bandicota indica (tikus wirok), dan Maxomys surifer.

Keberadaan Orthohantavirus pada reservoir di Indonesia telah dilaporkan di berbagai wilayah dan habitat. Tikus pembawa virus hanta ini dapat ditemukan di berbagai lingkungan, mulai dari rumah, sawah, ladang, hingga hutan.

Cara Penularan dan Gejala yang Perlu Diwaspadai

Penularan virus hanta terjadi melalui kontak langsung dengan hewan pengerat pembawa virus, atau melalui eksresi (saliva, urin, feses) mereka yang mengenai kulit luka atau membran mukosa (mata, mulut, hidung). 

Penularan juga bisa terjadi secara aerosol, yaitu melalui debu atau partikel halus yang terkontaminasi kotoran hewan pengerat. 

Hingga saat ini, penularan antarmanusia belum pernah terlaporkan, kecuali untuk strain tertentu seperti Seoul Virus dari Korea Selatan.

Kasus penyakit virus hanta pada manusia masih belum banyak diketahui di Indonesia. Penyakit ini memiliki dua manifestasi klinis utama:

1. Hemorrhagic Fever with Renal Syndrome (HFRS): Tipe ini tersebar luas di Eropa dan Asia, dengan masa inkubasi 1-2 minggu dan angka kematian 5-15%.

2. Hantavirus Pulmonary Syndrome (HPS): Tipe ini hanya ditemukan di Benua Amerika, dengan masa inkubasi 14-17 hari dan angka kematian mencapai 60%.

Strain Seoul Virus (SEOV), penyebab tipe HFRS, adalah strain yang paling sering ditemukan di Indonesia. Manifestasi klinisnya cenderung sedang, meliputi demam, sakit kepala, nyeri punggung dan perut, mual, kemerahan pada mata, dan ruam. 

Pada tahap lebih lanjut, bisa terjadi oliguria dan anuria (gangguan buang air kecil), perdarahan sistem pencernaan, serta gangguan sistem pernapasan dan saraf.

Gejala umum virus hanta bervariasi tergantung jenis virus dan kondisi kesehatan individu, namun bisa mencakup:

Kelelahan berlebih

Mata meradang dan memerah

Gangguan pencernaan (mual, muntah, diare)

Kesulitan bernapas

Kulit atau bibir kebiruan

Gangguan sistem saraf

Nyeri perut, demam, sakit kepala, dan nyeri otot.

Gejala ini bisa muncul dalam beberapa hari hingga minggu setelah terpapar virus.

Penanganan dan Pencegahan

Penanganan infeksi virus hanta harus dilakukan secara cepat dan intensif, karena penyakit ini dapat berkembang pesat. Sayangnya, belum ada obat spesifik yang digunakan secara global untuk mengatasi infeksi virus ini. Dokter akan memberikan penanganan berdasarkan kondisi dan gejala pasien, seperti:

1. Pemberian oksigen atau alat bantu pernapasan untuk pasien HPS.

2. Pemberian cairan tambahan untuk mencegah dehidrasi.

3. Pemberian obat untuk menurunkan demam dan meredakan gejala lain.

4. Perawatan khusus untuk pasien HFRS, termasuk dialisis atau cuci darah pada ginjal.

Selain itu, pasien infeksi hantavirus perlu menjalani isolasi untuk mencegah penyebaran virus, dan tim dokter wajib mengenakan Alat Pelindung Diri (APD) lengkap.

Pencegahan utama penyakit virus hanta adalah menghindari kontak langsung antara manusia dan hewan pengerat, serta mengendalikan populasi hewan pengerat di lingkungan sekitar. Beberapa langkah pencegahan yang dapat dilakukan antara lain:

1. Menjaga kebersihan rumah dan lingkungan.

2. Menggunakan APD (masker, sarung tangan, alas kaki) saat membersihkan area yang dilalui hewan pengerat.

3. Membersihkan kotoran, urin, dan sekreta tikus dengan disinfektan.

4. Tidak menyentuh hewan pengerat (baik hidup maupun mati) secara langsung. Jika terpaksa, gunakan disinfektan dan APD lengkap.

5. Melakukan pengelolaan sampah dengan benar.

6. Menjaga kebersihan tangan dengan mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir (40-60 detik) atau hand sanitizer (20-30 detik).

Penyakit virus hanta di Indonesia perlu diantisipasi mengingat beragamnya jenis reservoir yang ditemukan dan persebarannya di berbagai tipe habitat. 

Penyakit ini berpotensi menyebabkan wabah jika populasi hewan pengerat tidak dikendalikan. Oleh karena itu, tindakan pencegahan dapat dimulai dari lingkungan terkecil, yaitu rumah kita.sinpo

Editor: Tarmizi Hamdi
Komentar: