Keluarga Minta Buku Sejarah Pelengseran Gus Dur Direvisi demi Rehabilitasi Nama Baik

Oleh: Ahda Bayhaqi
Minggu, 29 September 2024 | 15:45 WIB
Keluarga Presiden Keempat Abdurrahman Wahid alias Gus Dur saat silaturahmi kebangsaan MPR. (BeritaNasional/ahda)
Keluarga Presiden Keempat Abdurrahman Wahid alias Gus Dur saat silaturahmi kebangsaan MPR. (BeritaNasional/ahda)

BeritaNasional.com - Sinta Nuriyah, istri Presiden Keempat Indonesia Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, meminta langkah konkret pemulihan nama baik Gus Dur setelah pencabutan TAP MPR Nomor 2 Tahun 2001.

Sinta meminta rehabilitasi nama baik, martabat, dan hak-hak Gus Dur sebagai presiden.

"Kami memandang dua langkah yang konkret yang bisa diupayakan setelah pencabutan Tap MPR Nomor 2 Tahun 2001. Pertama nama Gus Dur segera direhabilitasi dengan mengembalikan nama baik martabat dan hak-haknya sebagai mantan presiden," ujar Sinta dalam acara silaturahmi kebangsaan MPR RI dengan keluarga Gus Dur di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Minggu (29/9/2024).

Sinta meminta segala bentuk publikasi dari buku sejarah dan buku pelajaran yang berisi penurunan Gus Dur melalui TAP MPR Nomor 2 Tahun 2001 untuk ditarik dari peredaran dan direvisi.

"Kedua, segala bentuk publikasi baik buku pelajaran maupun buku-buku yang menyangkut pautkan penurunan Gus Dur dengan TAP MPR Nomor 2 Tahun 2001 mesti ditarik untuk direvisi," ujar Sinta.

Keluarga Gus Dur tidak menyimpan dendam kepada siapa pun terhadap pelengseran. Namun, negara perlu mengambil upaya pelurusan sejarah.

Sinta mengatakan pelengseran Gus Dur merupakan kudeta pertama kepala negara yang dipilih secara demokratis.

"Keluarga Gus Dur berpendapat, penting bagi negara untuk meluruskan sejarah agar seluruh bangsa bisa belajar dan tidak mengulangi masalah yang sama," ujar Sinta.

Pencabutan TAP MPR terhadap Gus Dur perlu dijadikan pengingat supaya peristiwa yang sama tidak terulang kembali.

"Momentum pencabutan TAP MPR Nomor 2 Tahun 2001 ini juga harus dimanfaatkan untuk mendesak berlakunya demokrasi yang esensial di negara ini, bukan demokrasi prosedural yang rentan direkayasa," ujar Sinta.

"Dengan begitu, tidak ada lagi pihak-pihak yang dapat dengan bebas melakukan rekayasa politik untuk menjatuhkan kekuasaan yang sah ataupun mengakali demokrasi untuk kepentingan diri dan kelompoknya," tegasnya.sinpo

Editor: Tarmizi Hamdi
Komentar: