Rabu, 26 Maret 2025
JADWAL SALAT & IMSAKIAH
Imsak
00:00
Subuh
00:00
Zuhur
00:00
Ashar
00:00
Magrib
00:00
Isya
00:00

Makna Itikaf dan Keutamaannya Bagi Umat Muslim

Oleh: Sri Utami Setia Ningrum
Senin, 24 Maret 2025 | 17:33 WIB
Ilustrasi (BeritaNasional/Freepik)
Ilustrasi (BeritaNasional/Freepik)

BeritaNasional.com -  Memasuki fase di penghujung ramadhan, salah satu ibadah sunnah yang sangat dianjurkan terutama pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan adalah itikaf atau berdiam diri di masjid.  Melansir NU Online, keutamaan i'tikaf sangat besar, terlebih ketika dilakukan sebagai upaya untuk meraih lailatul qadar atau malam yang lebih mulia dari seribu bulan. 

Dalam sebuah haditsnya, Rasulullah Saw bahkan menyatakan bahwa i’tikaf di sepuluh malam terakhir bagaikan beri’tikaf bersama beliau.

Hukum dan praktik Itikaf Hukum Itikaf adalah sunnah, ibadah yang dapat dilaksanakan kapan saja, tidak terbatas hanya pada bulan Ramadhan, namun lebih dianjurkan untuk dilakukan pada bulan tersebut, khususnya pada 10 malam terakhir.   

Haditsnya menyatakan bahwa melakukan itikaf pada periode tersebut lebih ditekankan untuk meraih keberkahan Lailatul Qadar, malam yang penuh rahasia yang ditetapkan oleh Allah. Karena ketiadaan pengetahuan pasti tentang waktu Lailatul Qadar, penting bagi umat Islam untuk menggunakan sepenuhnya waktu-waktu dalam bulan Ramadhan untuk beribadah, baik yang diwajibkan maupun yang dianjurkan, agar tidak melewatkan kesempatan yang berharga tersebut.

Ini terpotret dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari:   عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ وَأَحْيَا لَيْلَهُ وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ 

Artinya: Dari Sayyidatina 'Aisyah Radliyallahu'anha berkata, "Nabi ﷺ bila memasuki sepuluh akhir (Ramadan), mengencangkan sarungnya, menghidupkan malamnya dengan beribadah dan membangunkan keluarganya".  

 Berkenaan dengan redaksi hadits di atas yang berbunyi “mengencangkan sarungnya”, Imam Ibnu Hajar Al-Asqolani dalam Syarah Shohih Bukhari menjelaskan, hal itu merupakan sebuah kinayah atau perandai-andaian dari kesiapan Nabi Muhammad untuk beribadah dan bersemangat dalam melakukannya lebih dari biasanya.

Dan salah satu amalan yang Nabi Muhammad lakukan pada 10 hari terakhir Ramadhan adalah i’tikaf. I’tikaf mempunyai makna berdiamnya seseorang di masjid dengan niat tertentu. 

Berikut Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Shahihnya:   عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ  عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْتَكِفُ فِي كُلِّ رَمَضَانٍ عَشَرَةَ أَيَّامٍ، فَلَمَّا كَانَ العَامُ الَّذِي قُبِضَ فِيهِ اعْتَكَفَ عِشْرِينَ يَوْمًا   

Artinya: Dari Abu Hurairah RA, berkata, Nabi ﷺ selalu beriktikaf pada Ramadhan selama sepuluh hari. Namun pada tahun wafatnya, Nabi beri’tikaf selama dua puluh hari".   

Mengenai hadits tersebut Imam Ibnu Hajar menjelaskan bahwa Imam Bukhari meletakkan hadits tersebut dalam bab “I’tikaf di 10 hari pertengahan Ramadhan” . 

Ini menggambarkan bentuk pembolehan Imam Bukhari bahwa I’tikaf tidak harus dilaksanakan pada sepuluh hari terakhir Ramadhan dan bisa dilaksanakan kapanpun. (Imam Ibnu Hajar Al-Asqolani, Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari, juz IV, halaman 285).  sinpo

Editor: Sri Utami Setia Ningrum
Komentar: