Kejanggalan Laporan Keuangan Buka Tabir Korupsi Kredit PT Sritex

Oleh: Bachtiarudin Alam
Kamis, 22 Mei 2025 | 08:41 WIB
Dirdik Jampidsus Kejagung RI, Abdul Qohar. (Foto/istimewa).
Dirdik Jampidsus Kejagung RI, Abdul Qohar. (Foto/istimewa).

BeritaNasional.com - Kejaksaan Agung (Kejagung) telah berhasil mengungkap dugaan korupsi di balik pemberian kredit oleh bank kepada PT Sri Isman Rejeki (Sritex). Berawal dari kejanggalan laporan keuangan Sritex Group pada 2021.

Dalam laporan itu Sritex mencatat adanya kerugian pada perseroan sekitar Rp15,6 triliun. Namun, pada tahun sebelumnya perseroan tekstil itu masih meraih cuan Rp1,24 triliun.

"Jadi ini ada keganjilan dalam satu tahun mengalami keuntungan yang sangat signifikan kemudian tahun berikutnya juga mengalami kerugian yang sangat signifikan," ujar Dirdik Jampidsus Kejagung RI, Abdul Qohar dikutip, Kamis (22/5/2025).

Berangkat dari kejanggalan tersebut, penyidik langsung berfokus pada jumlah Outstanding atau tagihan yang belum dilunasi oleh Sritex sebesar Rp3,58 triliun hingga Oktober 2024.

Di mana uang tersebut, berasal dari sejumlah bank daerah dan bank himpunan milik negara atau Himbara. Mereka telah memberikan kredit mulai dari, Bank Jateng Sebesar Rp395 miliar; Bank BJB Rp543 miliar dan Bank DKI Rp149 miliar. 

Kemudian sisanya Rp2,5 triliun berdasarkan pemberian dari bank sindikasi yang terdiri dari Bank BNI, Bank BRI dan LPEI sebesar Rp2,5 triliun. 

"Selain kredit tersebut di atas PT Sri Rejeki Isman TBK juga mendapatkan pemberian kredit dari 20 bank swasta. Dari, ini perlu saya tegaskan, dari jumlah tagihan yang belum bisa dilunasi sampai saat ini sebesar Rp3,58 triliun," beber. Qohar.

Akibatnya, eks Dirut Bank DKI Zainuddin Mappa (ZM) dan Pemimpin Divisi Komersial dan Korporasi Bank BJB Dicky Syahbandinata (DS) diduga telah melakukan tindakan melawan hukum berujung ditetapkan sebagai tersangka.

Karena tidak melakukan analisa yang memadai dan mentaati prosedur. Salah satu prosedur dilanggar yakni operasional prosedur bank serta UU RI No.10/1998 perbankan sekaligus penerapan prinsip kehati-hatian. Dengan Sritex yang hanya memiliki predikat BB minus atau risiko gagal bayar yang lebih tinggi.

"Seharusnya pemberian kredit tanpa jaminan hanya dapat diberikan kepada perusahaan atau debitor yang memiliki peringkat A," tambah Qohar.

Setelah mendapatkan dana dari Bank BJB dan Bank DKI, tersangka Mantan Dirut Sritex Iwan Setiawan Lukminto (ILS) diduga tidak menggunakan uang tersebut untuk peruntukannya. Malah memakai untuk membayar utang dan membeli aset non produktif.

"Sehingga tidak sesuai dengan peruntukan yang seharusnya, yaitu untuk modal kerja tetapi disalahgunakan untuk membayar utang dan membeli aset non-produktif," kata Qohar.

Dampaknya aset yang dimiliki Sritex tidak bisa membayar tagihan lantaran nilai aset perusahaan lebih kecil dari pemberian pinjaman kredit. Sehingga aset yang dibeli tersangka tidak bisa dijadikan jaminan atau agunan.

Berujung pada perusahaan Sritex yang merugi, dan telah membuat kerugian negara sebesar Rp692 miliar dari total outstanding sebesar Rp3,58 triliun.

"Mengakibatkan adanya kerugian keuangan negara Sebesar Rp692.980.592.188 Dari total nilai outstanding atau target yang belum dilunasi Sebesar Rp3,58 triliun," pungkas Qohar.sinpo

Editor: Harits Tryan
Komentar: