Ibadah Kurban dalam Islam: Makna hingga Landasan Hukum

BeritaNasional.com - Berkurban merupakan bagian dari syiar Islam yang memiliki nilai keimanan, ketaatan, dan pengorbanan. Bukan hanya itu, ibadah tersebut mengandung hikmah sosial dan spiritual yang penuh esensi.
Dilansir dari laman resmi Muhammadiyah pada Kamis (22/5/2025), hukum ibadah kurban didasarkan pada dua pendekatan utama, yaitu dalil historis (syari‘u man qablana) yang dikonfirmasi oleh Al-Qur’an dan Hadis, serta dalil naqli (nash) dari Al-Qur’an dan Hadis itu sendiri.
Penjelasan mendalam mengenai landasan hukum ibadah kurban berdasarkan kedua pendekatan tersebut.
Dalil Historis (Syar‘u Man Qablana)
Dalil historis dari syariat umat sebelum Islam (syar‘u man qablana) dapat diterima sebagai landasan hukum selama didukung atau dikonfirmasi oleh Al-Qur’an dan Hadis.
Salah satu dalil historis yang kuat terkait ibadah kurban adalah kisah Nabi Ibrahim dan putranya, Nabi Ismail, sebagaimana termaktub dalam Al-Qur’an, Surah ash-Shaffat (37) ayat 102-107:
“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu! Ia menjawab: Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar. Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis (nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggil: Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu, sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” [QS. ash-Shaffat (37): 102-107].
Peristiwa itu menjadi landasan historis yang menegaskan bahwa berkurban telah disyariatkan sejak zaman Nabi Ibrahim.
Ketaatan Nabi Ibrahim dalam menjalankan perintah Allah untuk menyembelih putranya serta keteguhan iman Nabi Ismail dalam menerima perintah tersebut menunjukkan esensi kurban sebagai wujud totalitas pengabdian kepada Allah.
Allah kemudian mengganti Ismail dengan seekor sembelihan yang besar, yang menjadi cikal bakal ibadah kurban sebagaimana dipraktikkan hingga kini.
Dalil tersebut didukung oleh sabda Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan Imam Ahmad dan Ibnu Majah dari Zaid bin Arqam:
“Aku atau mereka bertanya: Hai Rasulullah, apakah kurban itu? Nabi Saw menjawab: Itulah suatu sunnah ayahmu Ibrahim. Mereka bertanya (lagi): Apakah yang kita peroleh dari kurban itu? Rasulullah Saw menjawab: Di tiap-tiap bulu kita mendapat suatu kebajikan.”
Hadis tersebut menyebutkan bahwa ibadah kurban merupakan sunah Nabi Ibrahim yang diteruskan dalam syariat Islam.
Dalil Nash (Al-Qur’an dan Hadis)
Selain dalil historis, ibadah kurban juga memiliki landasan kuat dari nash Al-Qur’an dan Hadis. Al-Qur’an secara tegas memerintahkan umat Islam untuk melaksanakan kurban sebagai bagian dari ibadah. Dalam Surah al-Kautsar (108) ayat 2, Allah berfirman:
“Maka shalatlah engkau karena Tuhanmu dan berkurbanlah.” [QS. al-Kautsar (108): 2]
Ayat ini secara langsung memerintahkan Nabi Muhammad SAW untuk melaksanakan shalat dan berkurban sebagai bentuk syukur atas nikmat yang diberikan Allah, khususnya nikmat yang disebutkan dalam surah ini, yaitu al-Kautsar. Perintah ini bersifat umum dan berlaku untuk seluruh umat Islam.
Selanjutnya, dalam Surah al-Hajj (22) ayat 34-35, Allah berfirman:
“Dan bagi setiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), agar mereka menyebut nama Allah atas rezeki yang dikaruniakan Allah kepada mereka berupa hewan ternak. Maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan sampaikanlah (Muhammad) kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah), (yaitu) orang-orang yang apabila disebut nama Allah, hati mereka bergetar, orang yang sabar atas apa yang menimpa mereka, dan orang yang melaksanakan salat dan orang yang menginfakkan sebagian rezeki yang Kami karuniakan kepada mereka.” [QS. al-Hajj (22): 34-35]
Ayat ini menegaskan bahwa kurban adalah ibadah yang disyariatkan untuk setiap umat, termasuk umat Islam, dengan tujuan mengingat Allah dan menunjukkan ketundukan kepada-Nya.
Kurban juga menjadi sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah, sebagaimana dijelaskan dalam Surah al-Hajj (22) ayat 36:
“Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syi‘ar Allah, …” [QS. al-Hajj (22): 36]
Dari sisi Hadis, Nabi Muhammad SAW menegaskan pentingnya ibadah kurban melalui sabdanya yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah:
“Barangsiapa mempunyai keluasan rezeki (mampu berkurban) tetapi ia tidak mau berkurban, maka janganlah ia mendekati tempat kami bersembahyang.”
Hadis ini menunjukkan betapa pentingnya ibadah kurban bagi mereka yang mampu, bahkan dengan nada peringatan keras bagi yang enggan melaksanakannya. Selain itu, sabda Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Jubair ibn Muth‘im juga menyebutkan:
“Tiap-tiap (semua) hari Tasyriq itu adalah hari menyembelih.”
Hadis ini memperjelas waktu pelaksanaan kurban, yaitu pada hari-hari Tasyriq (11, 12, dan 13 Zulhijah), yang menjadi bagian dari rangkaian ibadah haji.
Ibadah kurban memiliki landasan yang kokoh baik dari dalil historis maupun dalil naqli. Dalil historis, seperti kisah Nabi Ibrahim dan Ismail, menunjukkan bahwa kurban adalah syariat yang telah ada sejak zaman para nabi terdahulu, yang kemudian dikonfirmasi oleh Al-Qur’an dan Hadis. Sementara itu, dalil naqli dari Al-Qur’an (Surah al-Kautsar, al-Hajj, dan ash-Shaffat) serta Hadis Nabi SAW menegaskan perintah, keutamaan, dan tata cara pelaksanaan kurban.
PERISTIWA | 2 hari yang lalu
GALERI | 1 hari yang lalu
HUKUM | 1 hari yang lalu
PERISTIWA | 2 hari yang lalu
PERISTIWA | 1 hari yang lalu
OLAHRAGA | 2 hari yang lalu
HUKUM | 1 hari yang lalu
GAYA HIDUP | 2 hari yang lalu
PERISTIWA | 2 hari yang lalu
OLAHRAGA | 10 jam yang lalu