Petani Tebu Minta Pemerintah Perbaiki Tata Niaga Gula Nasional

BeritaNasional.com - Petani tebu di Jawa Timur mendesak pemerintah melakukan perbaikan total tata niaga gula akibat serapan rendah yang dipicu rembesan gula rafinasi ke pasar konsumsi sejak awal musim giling 2025.
"Kami sudah mulai panen dan menggiling tebu. Tapi gula kami tidak ada yang beli. Pasar kebanjiran gula rafinasi yang dijual murah. Ini jelas merugikan kami sebagai petani rakyat," kata Koordinator Forum Petani Tebu Tasirin.
Petani tebu yang juga Anggota DPRD Kabupaten Lamongan ini menyebutkan masalah rembesan gula rafinasi selalu berulang tanpa penanganan tegas.
“Setiap tahun selalu begini. Tapi tidak pernah ada langkah tegas. Kalau terus dibiarkan, petani tebu bisa punah,” tambahnya.
Ia menjelaskan, sejak pemerintah mencanangkan swasembada gula, petani mulai bergairah menanam tebu. Namun antusias itu kembali terhambat karena gula petani tidak terserap pasar akibat kehadiran gula rafinasi impor.
"Sejak tahun lalu, di Jatim luas tanaman tebu milik petani terus bertambah. Apalagi diikuti dengan harga yang bagus sehingga petani lebih bergairah. Namun, ketika mulai bergairah, serapan gula milik petani terganggu lagi oleh gula rafinasi impor yang beredar di pasar-pasar tradisional," tuturnya.
Pemerintah sebelumnya telah mencanangkan swasembada gula melalui Perpres Nomor 40/2023 tentang Percepatan Swasembada Gula Nasional dan Penyediaan Bioetanol sebagai Bahan Bakar Nabati (Biofuel), serta diikuti dengan transformasi kelembagaan di PTPN Group dan perbaikan budidaya tebu oleh Kementerian Pertanian.
Namun, perbaikan di sektor budidaya belum dibarengi dengan reformasi tata niaga. Rembesan gula rafinasi dan fortifikasi dari gula impor kembali ditemukan di pasar tradisional, menyebabkan gula petani menumpuk di gudang.
Sebagai informasi, gula rafinasi adalah hasil pemurnian dari gula mentah (raw sugar), sedangkan gula fortifikasi adalah gula yang ditambahkan zat gizi mikro.
Kedua jenis gula ini berasal dari impor dan harganya lebih murah dari Gula Kristal Putih (GKP) yang dihasilkan petani tebu lokal.
Menurut Tasirin, peredaran gula rafinasi dan fortifikasi di pasar konsumsi diduga kuat ulah oknum dan mafia gula.
"Masalah ini tidak akan pernah selesai tanpa revolusi tata niaga gula oleh pemerintah. Harus ada langkah tegas pemerintah agar petani yang mulai bersemangat kembali menanam tebu ini terlindungi," tuturnya.
Ia menambahkan, jika gula petani tidak terserap pasar, dampaknya bisa mempengaruhi operasional pabrik gula akibat berkurangnya pasokan tebu. Jika dibiarkan, target pemerintah untuk swasembada gula dapat terancam gagal.
Tasirin yang menampung aspirasi petani tebu juga mendorong pemerintah segera ambil langkah strategis.
Di antaranya menertibkan total peredaran gula rafinasi di pasar konsumsi, membuka transparansi harga dan distribusi gula petani, serta memperkuat kelembagaan niaga baru yang melibatkan koperasi petani, BUMN pangan, dan offtaker yang adil.
"Kami tidak butuh subsidi. Kami butuh sistem yang adil," tegas Tasirin.
Ia mengapresiasi perbaikan industri gula oleh pemerintah, namun menegaskan perlunya pembenahan menyeluruh dari hulu ke hilir.
"Tanpa itu, target swasembada gula hanya akan jadi ilusi," ujarnya.
Sumber: Antara
TEKNOLOGI | 2 hari yang lalu
GAYA HIDUP | 2 hari yang lalu
OLAHRAGA | 22 jam yang lalu
PERISTIWA | 2 hari yang lalu
EKBIS | 2 hari yang lalu
PERISTIWA | 2 hari yang lalu
PERISTIWA | 1 hari yang lalu
PERISTIWA | 2 hari yang lalu
PERISTIWA | 17 jam yang lalu
PERISTIWA | 2 hari yang lalu