Soal RUU Keamanan Siber, Mabes TNI: Kami Junjung Supremasi Sipil dan Prinsip HAM

BeritaNasional.com - Mabes TNI buka suara terkait Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang turut memberikan catatan terhadap Rancangan Undang-Undang Keamanan dan Ketahanan Siber (RUU KKS) yang dinilai harus menghormati prinsip-prinsip HAM.
“TNI memandang masukan tersebut sebagai bagian dari proses demokrasi dan penguatan prinsip hak asasi manusia dalam penyusunan kebijakan nasional,” kata Kapuspen Mabes TNI, Mayjen (Mar) Freddy Ardianzah saat dihubungi, Jumat (17/10/2025).
Namun demikian, Freddy menegaskan bahwa pelibatan TNI dimaksudkan untuk menjalankan Undang-Undang Nomor nomor 3 tahun 2025 tentang perubahan atas UU No 34 Tahun 2004 tentang TNI, khususnya dalam konteks pertahanan terhadap ancaman kedaulatan negara di ruang siber.
“Dalam ruang siber tidak dimaksudkan untuk mengambil alih fungsi sipil, melainkan semata-mata untuk menjalankan fungsi pertahanan negara di domain siber,” jelas dia.
Disisi lain, Freddy memahami bahwa ruang siber merupakan domain multidimensi yang melibatkan aspek pertahanan, keamanan, ekonomi, hingga sosial-budaya.
“Karena itu, keterlibatan TNI diatur secara proporsional dan terbatas pada ancaman yang bersifat militer atau mengancam kedaulatan negara, bukan pada penegakan hukum di ruang sipil,” jelasnya.
Sementara terkait dengan sorotan kewenangan penyidikan yang dimiliki TNI, Freddy menyebut kalau itu hanya berlaku untuk prajurit yang melakukan pelanggaran hukum militer secara individu atau secara koneksitas dengan pihak lain.
“Dengan demikian, tidak ada pelibatan TNI dalam proses penyidikan terhadap warga sipil. TNI menjunjung tinggi prinsip supremasi sipil dan peradilan umum,” jelasnya.
Sebab, Freddy menegaskan jika TNI akan selalu berkomitmen untuk selalu menghormati prinsip-prinsip hak asasi manusia, termasuk kebebasan berekspresi dan perlindungan privasi warga negara di ruang digital.
“Semua aktivitas pertahanan siber TNI dilakukan dalam koridor hukum nasional serta dengan mekanisme pengawasan internal yang ketat,” jelasnya.
Termasuk, lanjut Freddy, TNI meyakini penguatan keamanan dan ketahanan siber nasional tidak akan berjalan tanpa koordinasi yang sinergis antara lembaga pertahanan, aparat penegak hukum, dan instansi sipil lainnya.
“Oleh karena itu, peran TNI dalam RUU KKS harus dipahami sebagai bagian dari upaya kolektif menjaga kedaulatan negara di ruang siber, bukan sebagai bentuk dominasi militer di ranah sipil,” tegas dia.
Sebelumnya, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) turut menyoroti terkait dengan Rancangan Undang-Undang Keamanan dan Ketahanan Siber (RUU KKS) yang dinilai harus menghormati prinsip-prinsip HAM.
“RUU KKS seharusnya mengacu pada prinsip-prinsip HAM dalam ruang digital sebagaimana ditegaskan dalam berbagai undang-undang yang ada dan Resolusi Dewan HAM PBB Nomor 32/13 Tahun 2016 tentang Promosi, Perlindungan, dan Penikmatan HAM di Internet,” kata Ketua Komnas HAM Anis Hidayah dalam keterangannya dikutip, Jumat (17/10/2025).
Salah satunya, Anis mencatat sejumlah substansi dalam RUU KKS yang berisiko mengabaikan HAM, seperti terkait pelibatan TNI dalam ruang sipil, ancaman terhadap kebebasan berekspresi, tumpang tindih regulasi, serta aspek pengawasan.
“Beberapa ketentuan dalam RUU KKS membuka ruang bagi keterlibatan militer, termasuk kewenangan penyidikan oleh penyidik TNI terhadap kasus siber,” beber dia.
Hal ini bertentangan dengan prinsip supremasi sipil sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 30 ayat (5) UUD 1945. Padahal ruang siber adalah domain sipil, sehingga pelibatan aparat militer di luar fungsi pertahanan negara berisiko melahirkan penyalahgunaan kekuasaan.
Oleh sebab itu, Komnas HAM dalam hasil analisisnya, merekomendasikan beberapa cacatan sebagai berikut:
1. Menunda pembahasan RUU KKS hingga dilakukan kajian dan pelibatan publik yang transparan, partisipatif, dan berbasis hak asasi manusia.
2. Merevisi substansi RUU KKS agar selaras dengan UUD 1945 dan instrumen HAM internasional.
3. Menghapus kewenangan militer dalam ranah sipil, khususnya penyidikan tindak pidana siber.
4. Menambahkan mekanisme pengawasan independen dan yudisial untuk menjamin akuntabilitas kebijakan digital.
5. Melakukan harmonisasi RUU KKS dengan UU HAM, UU PDT, UU ITE, UU KIP, dan UU TNI.
6. Menerapkan prinsip yang menempatkan keamanan digital sebagai bagian dari perlindungan HAM, bukan alat kontrol negara. Komnas HAM menegaskan bahwa pembangunan sistem keamanan siber nasional harus berpijak pada
prinsip keamanan berbasis hak asasi manusia.
POLITIK | 2 hari yang lalu
EKBIS | 2 hari yang lalu
GAYA HIDUP | 1 hari yang lalu
EKBIS | 1 hari yang lalu
GAYA HIDUP | 2 hari yang lalu
GAYA HIDUP | 2 hari yang lalu
PERISTIWA | 1 hari yang lalu
EKBIS | 2 hari yang lalu
OLAHRAGA | 1 hari yang lalu
EKBIS | 16 jam yang lalu