Aturan Penting dalam Undang-undang Kesejahteraan Ibu dan Anak, Salah Satunya Suami Dapat Cuti!

Oleh: Dyah Ratna Meta Novia
Rabu, 05 Juni 2024 | 11:32 WIB
Suasana rapat di DPR (Beritanasional/Ahda)
Suasana rapat di DPR (Beritanasional/Ahda)

BeritaNasional.com - Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA) telah disahkan menjadi undang-undang oleh DPR. Berikut beberapa aturan penting dalam UU KIA.

1. Suami Dapat Jatah Cuti Mendampingi Istri Melahirkan

Dalam draf UU KIA, pasal 6 ayat (2) disebutkan suami mendampingi istri melahirkan mendapatkan jatah cuti selama dua hari dan tambahan tiga hari sesuai kesepakatan dengan pemberi kerja. Sehingga suami berhak mendapatkan cuti lima hari ketika mendampingi istri melahirkan.

Suami juga berhak mendapatkan jatah cuti selama dua hari bagi istrinya yang mengalami keguguran.

Pada Pasal 6 ayat (3), suami juga diberikan waktu cukup untuk mendampingi istri dan anak dengan alasan khusus selain hak cuti.

Beberapa alasan itu adalah istri mengalami gangguan kesehatan atau komplikasi pasca melahirkan atau keguguran, anak yang dilahirkan mengalami masalah kesehatan atau gangguan kesehatan atau komplikasi, istri yang melahirkan meninggal dunia, dan anak yang dilahirkan meninggal dunia.

Suami yang mendampingi istri melahirkan atau keguguran wajib menjaga kesehatan istri dan anak, memberikan gizi yang cukup dan seimbang bagi istri dan anak, mendukung istri dalam memberikan ASI eksklusif sampai anak berusia enam bulan, serta mendampingi istri dan anak dalam mendapatkan pelayanan kesehatan dan gizi sesuai standar.

2. Ibu Pekerja Mendapatkan Cuti Enam Bulan

UU KIA mengatur ibu pekerja yang melahirkan berhak mendapat jatah cuti hingga enam bulan, namun dengan kondisi khusus. Hal itu diatur dalam Pasal 4 ayat (3)a UU KI.

Ibu melahirkan dengan status pekerja berhak memperoleh tambahan cuti selama tiga bulan selama mengalami kondisi khusus.

Pada Pasal 4 ayat (5) dijelaskan kondisi khusus yang dimaksud adalah mengalami masalah kesehatan, gangguan kesehatan, dan atau komplikasi pascapersalinan atau keguguran.

Kondisi khusus itu mencakup kondisi anak yang dilahirkan mengalami masalah kesehatan, gangguan kesehatan, dan atau komplikasi.

Hak cuti juga diberikan bagi pekerja perempuan yang mengalami keguguran untuk beristirahan selama 1,5 bulan.

Selain cuti, ibu pekerja yang melahirkan berhak mendapat kesempatan dan fasilitas layak untuk pelayanan kesehatan gizi, serta melakukan laktasi selama waktu kerja. Serta berhak mendapat waktu cukup dalam hal diperlukan kepentingan bagi anak dan mendapat akses penitipan anak yang terjangkau secara jarak dan biaya.

3. Pemberi Kerja Tidak Boleh Pecat Pekerja yang Hamil

UU KIA mengatur larangan pemberi kerja memecat pekerja perempuan yang sedang cuti melahirkan atau keguguran. Upah pekerja pun harus tetap dibayar penuh.

Pasal 5 ayat (1) mengatur pemberi kerja tidak boleh memberhentikan pekerja yang sedang cuti melahirkan, serta tetap memperoleh haknya sesuai dengan ketentuang UU Ketenagakerjaan.

Pasal 5 ayat (2), Pekerja yang mengambil cuti melahirkan selama enam bulan karena kondisi khusus tetap berhak mendapatkan upah penuh dari pemberi kerja hingga bulan keempat. Bulan kelima dan keenam upah diberikan sebesar 75 persen.

Pasal 5 ayat (3) mengatur pemberi kerja memberhentikan atau tidak memberi pekerjaan pekerja perempuan yang mengambil cuti melahirkan, maka pemerintah pusat atau daerah akan memberikan bantuan hukum.


 sinpo

Editor: Dyah Ratna Meta Novia
Komentar: