Polemik Pencabutan Nama Soeharto dari Tap MPR, Golkar Serukan Kebesaran Hati

Oleh: Panji Septo R
Sabtu, 28 September 2024 | 09:00 WIB
Gedung DPR RI. (BeritaNasional/Elvis)
Gedung DPR RI. (BeritaNasional/Elvis)

BeritaNasional.com -  Wakil Ketua DPR Lodewijk F. Paulus meminta semua pihak berbesar hati menerima keputusan MPR yang mencabut nama Presiden ke-2 Soeharto dari Ketetapan (TAP) MPR Nomor 11 Tahun 1998.

Hal itu ia sampaikan sebagai respons atas banyaknya kritik terkait keputusan tersebut. Lodewijk kemudian mempertanyakan apa yang salah dari pencabutan nama Soeharto oleh MPR.

“Saatnya kita melihat ke depan, marilah kita berbesar hati ya. Founding father kita, Pak Soekarno sudah dicabut (namanya), apa salahnya?” ujar Lodewijk di kompleks parlemen, Senayan, Sabtu (28/9/2024).

Ia juga mempertanyakan kesalahan Soeharto. Menurut Lodewijk, lebih penting bagi bangsa untuk fokus ke masa depan.

“Pak Harto ada salahnya? Mari kita melangkah melihat ke depan supaya tidak ada lagi fokus ke belakang. Kita fokus ke depan untuk membangun bangsa ini,” tuturnya.

Lodewijk menegaskan bahwa Indonesia Emas 2045 sudah ada di depan mata, dan anak-anak berusia 20 tahunan saat ini akan menjadi pondasi utama dalam mendapatkan bonus demografi.

“Anak-anak ini tidak mengerti, mereka tidak tahu ada apa di masa lalu. Kalau kita hanya berkutat dengan itu saja, itu bagian dari sejarah. Tetapi marilah kita berbesar hati,” tambahnya.

Menurutnya, semua pihak perlu membuka diri dan menekankan bahwa pencabutan nama Soeharto dari TAP MPR bukanlah bentuk toleransi terhadap korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

“Kita tidak mengatakan bahwa ini adalah bentuk toleransi. Aturannya sudah ada. Sampai kapan? Banyak dari kita yang pernah salah, apa kami tidak boleh berbuat benar? Haruskah selalu salah terus?” ucapnya.

Ia kemudian meminta semua pihak untuk berpikir positif mengenai pencabutan nama Soeharto dari TAP MPR agar Indonesia tetap maju.

Sebelumnya, MPR resmi mencabut nama Soeharto dari Ketetapan (TAP) MPR Nomor 11 Tahun 1998 tentang perintah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang bersih tanpa Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).

Keputusan tersebut disampaikan Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) dalam Sidang Akhir Masa Jabatan MPR Periode 2019-2024.

"Terkait penyebutan nama mantan Presiden Soeharto dalam TAP MPR Nomor 11/MPR 1998, secara pribadi, Bapak Soeharto dinyatakan telah selesai dilaksanakan,” ujar Bamsoet.

“Karena yang bersangkutan telah meninggal dunia," tambahnya.

Menurutnya, TAP MPR masih berlaku secara yuridis. Akan tetapi, proses hukum terhadap Soeharto sesuai dengan pasal tersebut telah selesai karena ia telah meninggal dunia.

"MPR sepakat menjawab surat tersebut sesuai dengan etika dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, di mana status hukum TAP MPR Nomor 11 Tahun 1998 dinyatakan masih berlaku oleh TAP MPR Nomor 1/R Tahun 2003," jelasnya.

Sebelumnya, Pasal 4 TAP MPR Nomor 11/1998 mengamanatkan pemberantasan KKN bagi pejabat negara dengan mencantumkan nama Soeharto, dan diteken saat Harmoko menjadi Ketua MPR.

"Upaya pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme harus dilakukan secara tegas terhadap siapa pun juga, baik pejabat negara, mantan pejabat negara, keluarga, dan kroninya, maupun pihak swasta/konglomerat, termasuk mantan Presiden Soeharto dengan tetap memperhatikan prinsip praduga tak bersalah dan hak asasi manusia," demikian bunyi Pasal 4 TAP MPR 11/1998 tersebut.sinpo

Editor: Imantoko Kurniadi
Komentar: