Apa Itu Tradisi Munggahan saat Menjelang Ramadan? Ini Sejarah & Tujuannya

Oleh: Tim Redaksi
Rabu, 26 Februari 2025 | 15:30 WIB
Ilustrasi tradisi munggahan. (Foto/Freepik)
Ilustrasi tradisi munggahan. (Foto/Freepik)

BeritaNasional.com - Munggahan adalah tradisi turun-temurun yang berkembang di Jawa Tengah dan Jawa Barat. Tradisi ini banyak dilakukan menjelang Ramadan.

Di Indonesia, terdapat berbagai tradisi untuk menyambut Ramadan, salah satunya adalah Munggahan atau Punggahan. Keduanya sebenarnya merupakan tradisi yang sama, namun memiliki nama berbeda karena perbedaan wilayah.

Munggahan adalah tradisi khas masyarakat Sunda di Jawa Barat, sedangkan Punggahan adalah istilah yang digunakan untuk tradisi serupa di berbagai daerah di Jawa.

Sejarah Tradisi Munggahan

Munggahan atau Punggahan berasal dari kata "munggah" dalam bahasa Jawa yang berarti "naik." Secara lebih luas, tradisi ini bermakna sebagai momentum bagi umat Islam, khususnya masyarakat Jawa, untuk meningkatkan keimanan dan menyambut Ramadan dengan penuh kesadaran spiritual.

Menurut jurnal Tradisi Punggahan Menjelang Ramadhan (2020) karya Salma Al Zahra Ramadhani dan Nor Mohammad Abdoeh, tradisi Punggahan diperkenalkan oleh Sunan Kalijaga saat menyebarkan Islam di Jawa, terutama di Jawa Tengah.

Sunan Kalijaga menggunakan metode akulturasi budaya dalam dakwahnya, menggabungkan nilai-nilai Islam dengan budaya lokal untuk memudahkan penerimaan ajaran Islam oleh masyarakat setempat.

Tujuan dan Manfaat Munggahan

Munggahan bertujuan untuk mengingatkan umat Muslim akan kedatangan bulan Ramadan serta mengirim doa untuk orang-orang yang telah meninggal.

Makanan yang dibawa dalam tradisi ini memiliki makna simbolis yang mendalam sebagai bentuk persiapan spiritual dan moral menjelang bulan suci.

Ketan Ketan memiliki bentuk yang menyerupai beras, berukuran agak besar, bulat, dan lonjong. Warna putih susu ketan melambangkan kesucian yang diharapkan dapat diperoleh sebelum memasuki Ramadan.
Dalam bahasa Arab, kata Qhotoan berarti kotoran, yang mengingatkan umat Islam untuk membersihkan diri dari dosa dan kesalahan melalui ibadah dan amal sebelum Ramadan.

Apem Apem adalah kue tradisional yang terbuat dari campuran telur, gula, santan, tape, dan garam. Bentuknya menyerupai serabi dan dimasak dengan cara dikukus, menghasilkan tekstur yang lembut dan empuk.
Nama apem berasal dari bahasa Arab Afwan, yang berarti maaf atau ampunan. Oleh karena itu, apem melambangkan permohonan ampun kepada Allah SWT menjelang bulan Ramadan.

Kue Pasung Kue pasung merupakan varian apem yang berbentuk menyerupai contong. Nama pasung berasal dari bahasa Arab Fashoum atau bahasa Jawa, yang berarti "mengikat" atau "memasung."
Makna simbolisnya adalah mengingatkan umat Islam untuk mengendalikan hawa nafsu menjelang Ramadan, termasuk menahan diri dari amarah dan berbagai hal yang tidak sesuai dengan ajaran agama.

Makanan seperti ketan, apem, pasung, dan pisang raja memiliki nilai filosofis yang mendalam dalam tradisi Punggahan. Mereka melambangkan kesucian, permohonan ampun, pengendalian hawa nafsu, serta harapan agar doa dikabulkan oleh Allah SWT.

Tradisi Munggahan menjadi pengingat bagi umat Islam untuk mensucikan diri, saling memaafkan, serta mempersiapkan diri secara spiritual dalam menyambut bulan Ramadan.

(Red/Muhammad Dzaki Ramadhan)sinpo

Editor: Tarmizi Hamdi
Komentar: