21 April Hari Kartini: Simak Sejarah dan Perjuangan R.A. Kartini dalam Emansipasi Wanita

Oleh: Tim Redaksi
Senin, 21 April 2025 | 11:44 WIB
Ilustrasi hari kartini. (Foto/Freepik)
Ilustrasi hari kartini. (Foto/Freepik)

BeritaNasional.com -  Setiap tanggal 21 April, bangsa Indonesia memperingati Hari Kartini sebagai bentuk penghormatan atas jasa-jasa Raden Ajeng Kartini, tokoh pelopor emansipasi wanita di Indonesia. Namun, sebelum merayakan momen istimewa ini, penting untuk mengenal lebih dalam tentang sejarah hidup dan perjuangan R.A. Kartini yang begitu menginspirasi.

Latar Belakang dan Keluarga R.A. Kartini

Raden Ajeng Kartini lahir pada 21 April 1879 di Jepara, Jawa Tengah. Ia merupakan putri dari Raden Mas Sosroningrat, seorang bangsawan dan pejabat pemerintah, serta Mas Ajeng Ngasirah, wanita dari kalangan rakyat biasa. Karena bukan keturunan bangsawan, ibunya tidak diakui sebagai istri utama sesuai adat saat itu.

Kartini tumbuh dalam keluarga besar dan memiliki tujuh saudara kandung. Meski berada dalam lingkungan bangsawan, hidup Kartini tidak sepenuhnya mudah, terutama sebagai perempuan di masa itu yang terbatas aksesnya terhadap pendidikan.

Pendidikan dan Awal Perjuangan Kartini

Kartini mengawali pendidikannya di Europese Lagere School (ELS) pada usia enam tahun, sebuah sekolah elite yang menggunakan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar. Namun, tradisi Jawa saat itu membatasi pendidikan perempuan, dan ia harus berhenti sekolah saat beranjak remaja untuk menjalani pingitan tradisi menempatkan gadis bangsawan di rumah menjelang pernikahan.

Meski tidak bisa melanjutkan pendidikan formal, Kartini tidak berhenti belajar. Ia membaca banyak buku tentang ilmu pengetahuan dan kemajuan perempuan di Eropa. Dari situlah, tumbuh cita-cita besarnya untuk meningkatkan derajat kaum perempuan Indonesia.

Kartini dan Emansipasi Perempuan

Semangat Kartini untuk memajukan kaum wanita diwujudkan melalui aktivitas belajar bersama di rumah. Ia mengajak teman-teman sesama perempuan untuk belajar menulis, membaca, dan memahami ilmu pengetahuan. Kartini juga aktif berkorespondensi dengan sahabat-sahabatnya di Belanda, termasuk dengan Mr. J.H. Abendanon, seorang pejabat Belanda yang kemudian banyak berjasa dalam mengangkat pemikiran Kartini ke dunia internasional.

Kartini sempat mengajukan permohonan beasiswa untuk belajar ke Belanda, namun niat itu harus kandas karena ia dinikahkan dengan Raden Adipati Joyodiningrat, Bupati Rembang. Meski begitu, sang suami memberikan dukungan moral dan finansial kepada Kartini untuk mendirikan sekolah perempuan pertama di Rembang, yang kelak menjadi cikal bakal Sekolah Kartini.

Wafatnya Kartini dan Warisan Perjuangan

Sayangnya, perjuangan Kartini harus terhenti di usia muda. Ia wafat pada 17 September 1904, hanya empat hari setelah melahirkan anak pertamanya, Soesalit Djojoadhiningrat. Jenazahnya dimakamkan di Desa Bulu, Rembang.

Sepeninggal Kartini, Mr. Abendanon mengumpulkan surat-surat Kartini dan menerbitkannya dalam buku berjudul “Door Duisternis tot Licht”, yang dikenal dalam bahasa Indonesia sebagai “Habis Gelap Terbitlah Terang.” Buku ini menjadi sumber inspirasi bagi perjuangan perempuan Indonesia hingga kini.

Penetapan Hari Kartini Sebagai Hari Nasional

Presiden Soekarno secara resmi menetapkan 21 April sebagai Hari Kartini melalui Keputusan Presiden RI No. 108 Tahun 1964. Penetapan ini sekaligus mengangkat R.A. Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional, sebagai bentuk penghormatan terhadap dedikasinya dalam memperjuangkan hak-hak perempuan.

Perjuangan Kartini telah membuka pintu bagi perempuan Indonesia untuk mendapatkan hak yang sama dalam pendidikan, pekerjaan, dan kehidupan sosial. Berkat jasa-jasanya, kini perempuan Indonesia dapat mengenyam pendidikan tinggi, meniti karier, dan berkontribusi aktif dalam pembangunan bangsa.

Dengan memahami sejarah R.A. Kartini secara menyeluruh, peringatan Hari Kartini 21 April tak hanya menjadi seremoni, tetapi juga momen refleksi dan inspirasi untuk terus memperjuangkan kesetaraan gender dan hak perempuan di segala bidang.

Nadira Lathiifahsinpo

Editor: Imantoko Kurniadi
Komentar: