Rencana Operasi Militer Netanyahu di Gaza Dapat Kecaman, Berisiko Timbulkan Bencana Kemanusiaan Baru

BeritaNasional.com - Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu tengah menghadapi tekanan besar setelah mengumumkan rencana untuk melancarkan operasi militer baru di Jalur Gaza.
Dilansir dari BBC News pada Jumat (8/8/2025), rencana ini menuai penolakan keras dari berbagai pihak, termasuk pimpinan militer Israel, keluarga sandera, dan sejumlah sekutu internasional.
Mereka khawatir operasi ini akan menambah jumlah korban sipil dan memperburuk krisis kemanusiaan yang sudah parah.
Dalam wawancara dengan Fox News, Netanyahu menyatakan niatnya untuk mengambil "kendali penuh" atas Gaza.
Tujuannya adalah menjamin keamanan Israel, melengserkan Hamas, dan mengalihkan pemerintahan sipil kepada pihak lain.
Namun, ia tidak menjelaskan secara rinci pihak mana yang akan mengambil alih, hanya menyebutkan "pasukan Arab."
Perpecahan di Kalangan Elite Israel
Rencana Netanyahu ini memicu perdebatan sengit di dalam negeri. Kepala staf militer Israel, Letnan Jenderal Eyal Zamir, dilaporkan memperingatkan Netanyahu bahwa pendudukan penuh atas Gaza "sama saja dengan masuk ke dalam perangkap."
Ia khawatir operasi ini akan membahayakan nyawa 20 sandera yang diyakini masih hidup dan menambah beban bagi tentara yang sudah kelelahan.
Keluarga sandera pun memiliki kekhawatiran serupa. Mereka berpendapat bahwa satu-satunya cara untuk membebaskan orang yang mereka cintai adalah melalui kesepakatan yang dinegosiasikan dengan Hamas, bukan dengan serangan militer yang berisiko. Bahkan, sebuah surat kabar Israel, Maariv, melaporkan bahwa serangan ini bisa berujung pada kematian sebagian besar, atau bahkan seluruh sandera yang tersisa.
Respons Internasional dan Dampak Kemanusiaan
Rencana ini juga memicu reaksi beragam dari sekutu Israel. Duta Besar Inggris untuk Israel, Simon Walter, menyebut pendudukan penuh Gaza sebagai "kesalahan besar."
Sementara itu, utusan AS, Mike Huckabee, mendukung keputusan Israel dan mengatakan bahwa AS tidak seharusnya mencampuri urusan tersebut.
Operasi yang diusulkan Netanyahu ini diperkirakan akan berlangsung berbulan-bulan dan melibatkan pasukan Israel di Kota Gaza serta kamp-kamp di bagian tengah Jalur Gaza, tempat sekitar satu juta warga Palestina tinggal.
Rencana ini berpotensi menyebabkan pengungsian massal dan memicu kecaman baru dari dunia internasional, yang sudah geram dengan situasi di Gaza selama hampir dua tahun terakhir.
Motif Politik di Balik Rencana Netanyahu?
Perang di Gaza dimulai sebagai respons terhadap serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 yang menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyandera 251 lain. Sementara itu, menurut kementerian kesehatan Gaza, lebih dari 61.000 warga Palestina telah tewas.
Banyak pihak menduga bahwa rencana Netanyahu ini memiliki motif politik. Jajak pendapat menunjukkan mayoritas publik Israel lebih mendukung kesepakatan dengan Hamas untuk pembebasan sandera dan diakhirinya perang.
Namun, para menteri ultranasionalis di koalisinya, seperti Itamar Ben Gvir dan Bezalel Smotrich, menentang kesepakatan tersebut dan bahkan secara terbuka mendukung pengusiran warga Palestina dari Gaza. Dukungan mereka sangat krusial bagi kelangsungan pemerintahan Netanyahu.
Dengan tekanan domestik dan internasional yang meningkat, keputusan Netanyahu untuk melanjutkan operasi militer di Gaza menjadi pertaruhan besar.
OLAHRAGA | 1 hari yang lalu
TEKNOLOGI | 1 hari yang lalu
PERISTIWA | 15 jam yang lalu
OLAHRAGA | 1 hari yang lalu
OLAHRAGA | 22 jam yang lalu
OLAHRAGA | 1 hari yang lalu
OLAHRAGA | 1 hari yang lalu
EKBIS | 11 jam yang lalu
OLAHRAGA | 1 hari yang lalu
EKBIS | 1 hari yang lalu