Mengenal Siapa Sesungguhnya Bapak Republik Indonesia: Dialah Tan Malaka

BeritaNasional.com - Dalam Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-80 Republik Indonesia, sudah barang pasti seluruh rakyat Indonesia mengulas memori detik-detik proklamasi kemerdekaan Indonesia yang dibacakan Soekarno pada Jumat, 17 Agustus 1945, di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56 (Jalan Proklamasi), Jakarta.
Karena itu, tidak hanya mendapat jabatan presiden pertama Indonesia, Soekarno juga menyandang predikat Bapak Proklamator Indonesia.
Namun, sebagian rakyat Indonesia bisa jadi saat ini abai siapa pencetus gagasan Republik Indonesia yang hingga kini dipertahankan mati-matian oleh seluruh elemen bangsa. Ya, dialah penyandang predikat Bapak Republik Indonesia, Tan Malaka.
Memang nama Tan Malaka tidak sepopuler Soekarno atau Mohammad Hatta. Namun, sosoknya memiliki peran krusial dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Pria kelahiran Suliki, Sumatera Barat, Tan Malaka adalah pejuang revolusioner yang menghabiskan sebagian besar hidupnya sebagai buronan dan pengembara demi mewujudkan cita-cita bangsa.
Lahir dengan nama Ibrahim dan bergelar Datuk Sutan Malaka di Sumatera Barat, ia dikenal cerdas sejak muda. Ia menempuh pendidikan di Kwekschool (Sekolah Guru) di Bukittinggi sebelum melanjutkan studi ke Belanda.
Di sanalah ia berkenalan dengan berbagai pemikiran politik Eropa seperti liberalisme, nasionalisme, dan komunisme yang membangkitkan semangatnya untuk berjuang melawan kolonialisme.
Sekembalinya ke Indonesia, Tan Malaka menyaksikan penderitaan kaum buruh di perkebunan Sumatera Utara, yang membuatnya tergerak untuk menyuarakan perlawanan. Ia kemudian bergabung dengan Indische Social Democratische Vereeniging (ISDV), cikal bakal Partai Komunis Indonesia.
Aktivitas politiknya yang radikal membuatnya ditangkap dan diasingkan ke Belanda pada 1922. Namun, pengasingan ini justru mengubahnya menjadi seorang petualang politik.
Ia menghabiskan puluhan tahun dengan bersembunyi dan berpindah-pindah negara seperti China, Rusia, Singapura, hingga Filipina. Selama menjadi buronan, Tan Malaka menggunakan berbagai nama samaran.
Di masa pelariannya, ia menulis buku fenomenal Naar de Republiek Indonesia (1924) yang memuat konsep dan struktur negara Republik Indonesia yang merdeka. Buku ini menjadi sangat populer di kalangan pejuang dan pemuda, bahkan analisisnya mengenai Perang Pasifik terbukti menjadi kenyataan 16 tahun kemudian. Karya-karya penting lainnya, termasuk Massa Actie (1926) dan Madilog (1948).
Kembali untuk Kemerdekaan
Pada 1942, setelah 20 tahun menjadi buronan, Tan Malaka akhirnya kembali ke Indonesia. Ia kembali dengan menggunakan nama samaran, termasuk nama Ilyas Husein.
Saat proklamasi kemerdekaan dikumandangkan, ia berada di Banten. Mendengar kabar tersebut, ia segera menuju Jakarta dan bertemu dengan sahabat lamanya, Ahmad Soebardjo.
Dikutip dari berbagai sumber sejarah, dalam pertemuan itu, Soebardjo terkejut melihat Tan Malaka masih hidup.
"Alang-alang toh tak dapat musnah kalau tidak dicabut dengan akar-akarnya…" jawab Tan Malaka, sebuah ungkapan yang menggambarkan tekadnya yang tak pernah padam.
Popularitasnya yang tinggi membuat ia ditawari posisi Menteri Penerangan oleh Mohammad Hatta, tetapi ditolak.
"Di waktu sekarang Saudara berdua, Soekarno-Hatta, sudah tepat itu. Biarlah saya menyokong dari belakang dengan mengerahkan rakyat di belakang Saudara," ujar Tan Malaka.
Ia kemudian memprakarsai Rapat Raksasa Lapangan IKADA pada 19 September 1945 yang berhasil mengumpulkan 200 ribu rakyat dan menunjukkan dukungan penuh terhadap kemerdekaan di hadapan tentara Sekutu.
Masa Akhir dan Warisan Abadi
Sikapnya yang revolusioner dan menolak diplomasi dengan Belanda membuatnya berseberangan dengan kabinet Sjahrir.
Ketidakpuasan ini memicu pembentukan kelompok Persatuan Perjuangan pada 1946 bersama Jenderal Soedirman. Dalam kongresnya, Soedirman berseru, "Lebih baik kita dibom atom daripada merdeka kurang dari 100 persen!"
Kerasnya penolakan Tan Malaka terhadap jalur diplomasi membuatnya kembali menjadi buronan, kali ini tidak hanya oleh Belanda tetapi juga oleh pemerintah Indonesia sendiri.
Pada 21 Februari 1949, ia ditangkap dan dieksekusi mati di Selopanggung, Kediri. Kematiannya dirahasiakan selama bertahun-tahun.
Untuk menghargai perjuangannya, Presiden Soekarno menetapkan Tan Malaka sebagai Pahlawan Nasional pada 28 Maret 1963. Meskipun jejak dan sosoknya sempat dihapus dari sejarah di masa Orde Baru, pemikiran dan perjuangannya terus hidup dan dipelajari hingga kini.
Biografi Singkat
Nama: Sutan Ibrahim
Lahir: 2 Juni 1897
Suliki, Sumatera Barat
Gelar: Sutan Datuk Malaka
Memiliki 23 nama samaran
Karya Tan Malaka
1. Naar de Republiek Indonesia (1925) Konsep negara Republik Indonesia & analisis politik internasional
2. Massa Actie (1926) Seruan revolusi dan aksi massa dalam perlawanan kolonialisme.
3. Madilog (1948) Kegelisahannya tentang orang Indonesia yang kurang berpikir kritis, tidak logis, dan belum mampu berkomunikasi dengan baik.
Dari Pendjara ke Pendjara (1970) Pergulatannya saat di penjara Hindia-Belanda dan Filipina, Shanghai, Hongkong, sampai kembali ke tanah air.
Pergerakan Tan Malaka di Indonesia
1942
Tan kembali ke indonesia, menyamar jadi tukang buah, juru tulis, dan pengurus adminzzistrasi untuk romusa dengan nama "Ilyas Hussein".
1945
25 Agustus
Tan membongkar penyamaran di Rumah Achmad Soebardjo.
15 September
Menghadiri Rapat Raksasa di Lapangan Ikada (Monas).
23 September
Soebardjo meminta pemerintah bertemu Tan di rumahnya.
Hatta melamar Tan Malaka menjadi Menteri Penerangan, tapi ditolak.
29 September
Belanda (NICA) masuk ke Indonesia.
Akhir Tahun
Tan menentang kabinet Sjahrir yang berdiplomasi dengan Belanda.
1946
4 Januari
Pembentukan Persatuan Perjuangan di Purwokerto.
3 Juli
Kudeta pertama di Indonesia. Rencana penculikan anggota kabinet Sjahrir
23 Maret
Tan Malaka, Achmad Soebardjo, dan Soekarni dijebloskan ke penjara.
27 Juni
Sjahrir, Darmawan Mangkunkusumo (Menteri Kemakmuran) dan tokoh kabinet lain diculik oposisi.
28 Juni
Soekarno mengatakan Indonesia dalam keadaan gawat darurat.
29 Juni
Melalui siaran radio, Soekarno menuntut pembebasan Sjahrir dan para menteri.
1 Juli
Sjahrir dan para menteri dibebaskan.
1948
16 September
Tan Malaka bebas dari penjara.
7 November
Pendirian Partai Murba, Soekarni Ketua,
12 November
Tan ke Kediri, mencari tahu kondisi masyarakat kelas bawah dan keinginannya.
21 Februari 1949
Tan Malaka dieksekusi mati di Kediri.
OLAHRAGA | 2 hari yang lalu
EKBIS | 2 hari yang lalu
GAYA HIDUP | 1 hari yang lalu
PERISTIWA | 2 hari yang lalu
EKBIS | 2 hari yang lalu
OLAHRAGA | 2 hari yang lalu
EKBIS | 1 hari yang lalu
OLAHRAGA | 1 hari yang lalu
OLAHRAGA | 2 hari yang lalu
PERISTIWA | 1 hari yang lalu