Ketika Cita-Cita Lebih Tajam dari Penglihatan: Kisah Perjalanan Zulfikar Menjadi Guru AI

BeritaNasional.com - Di tengah derasnya arus digitalisasi, ketika banyak generasi muda berlomba-lomba menjadi talenta teknologi dan praktisi kecerdasan buatan, Zulfikar Setyo Priyambudi memilih jalan yang berbeda.
Ia ingin menjadi pendidik, bukan sekadar pengguna teknologi, tetapi pencetak generasi baru yang mampu memanfaatkannya secara bijak dan berdampak.
Bukan pilihan yang umum. Tapi mungkin itulah istimewanya Zulfikar. Sejak kecil, ia tumbuh dalam keterbatasan secara fisik maupun finansial.
Namun seperti yang ia katakan sekaligus bisa dijadikan motivasi, "Meski pandangan saya kabur, saya bisa melihat masa depan dengan jelas".
Tumbuh dari Keterbatasan, Membangun dengan Keyakinan
Zulfikar adalah anak sulung dari dua bersaudara. Ayahnya bekerja sebagai tukang servis trafo, ibunya seorang ibu rumah tangga.
Di rumah sederhana mereka di Semarang, ia belajar tentang kerja keras, ketekunan, dan pentingnya memiliki visi, meskipun dunia yang dilihatnya hanya dalam radius 1-2 meter.
"Saya terlahir dengan gangguan penglihatan. Tapi sejak SD, saya suka menirukan gaya guru saat mengajar. Dari situ saya tahu, saya ingin jadi pendidik," ujarnya saat wisuda Program Laskar AI 2025, Kamis (14/8/2025).
Dengan semangat itu, Zulfikar melanjutkan pendidikan di Universitas Muhammadiyah Surakarta, mengambil jurusan Pendidikan Teknik Informatika. Tujuannya sederhana namun mulia: mencetak generasi cerdas digital lewat pendidikan yang inklusif dan berkualitas.
Perjalanan Zulfikar berlanjut saat ia bergabung dengan Laskar AI, sebuah program pengembangan talenta digital nasional.
Meski saat itu ia juga sedang bekerja sebagai junior AI engineer, Zulfikar tak menyerah. Ia mengatur waktu antara belajar, bekerja, dan mengajar.
“Saya belajar banyak di Laskar AI. Tidak hanya tentang AI, tetapi juga manajemen waktu, kerja tim, dan cara menyederhanakan konsep teknis agar mudah dipahami siswa SMA,” katanya.
Dari pembelajaran itu, Zulfikar bersama timnya mengembangkan EduCare sebuah platform berbasis web yang membantu sekolah mengelola data siswa dan merancang intervensi belajar berbasis data. Ini bukan sekadar proyek, tapi solusi nyata dari tantangan pendidikan digital di tingkat sekolah menengah.
Kini, Zulfikar mengajar siswa kelas 10 dan 11 mata pelajaran informatika, coding, dan kecerdasan buatan. Ia mengenalkan konsep seperti data collection, data preparation, hingga data visualization materi yang sebelumnya hanya bisa diakses oleh mahasiswa tingkat lanjut.
AI untuk Semua: Membangun Masa Depan Lewat Pendidikan
Bagi Zulfikar, AI bukan hanya alat untuk menciptakan produk. namun kecerdasan buatan adalah jembatan menuju masa depan, terutama di dunia pendidikan.
“Banyak yang berpikir AI hanya untuk praktisi industri. Padahal, justru para pendidik harus lebih dulu menguasainya. Kalau kita tidak paham, bagaimana kita bisa menyiapkan siswa jadi talenta digital unggul?” ujarnya.
Pernyataan ini senada dengan pandangan Bayu Hanantasena, President Director Lintasarta, yang menyebut bahwa AI adalah disiplin multidimensi yang mampu melipatgandakan produktivitas manusia.
“Kalau kita tidak menguasai AI, justru di situlah kita tertinggal,” katanya dalam diskusi disela acara kelulusan Laskar AI 2025.
Bayu juga menekankan bahwa AI bukan tentang menggantikan manusia, tetapi memperkuat kapasitas. “Satu orang bisa melakukan pekerjaan satu divisi jika menguasai AI,” ujarnya. Maka dari itu, penguasaan AI adalah menjadi peluang, bukan ancaman.
Bonus Demografi, Tanggung Jawab Generasi
Disisi lain, Indonesia saat ini tengah menikmati bonus demografi. Tapi masa keemasan itu akan berlalu di tahun 2030. "Itulah kenapa program seperti Laskar AI penting," tegas Bayu.
“Karena dari sinilah generasi yang bisa membawa Indonesia ke tingkat global akan lahir. Bahkan mungkin di antara mereka ada calon CEO, menteri, bahkan presiden,” sambungnya.
Dan Zulfikar adalah salah satu wajah dari masa depan itu. Ia membuktikan bahwa keterbatasan bukan alasan untuk berhenti bermimpi. Bahwa dengan tekad, kerja keras, dan pendidikan yang tepat, siapa pun bisa menjadi bagian dari perubahan besar.
Laskar AI, Bukan Garis Akhir
Bagi Zulfikar, Laskar AI bukan garis akhir. Justru ini adalah titik awal untuk perjuangan yang lebih besar. Dengan ilmu, keterampilan, dan jaringan yang ia peroleh, ia kini melangkah mantap sebagai pendidik yang membawa harapan baru dalam dunia pendidikan digital Indonesia.
“Laskar AI, telah menempa saya menjadi pendidik yang tidak hanya mampu tampil di bidang kecerdasan buatan, tetapi juga siap memberi dampak nyata bagi generasi muda Indonesia melalui pendidikan AI yang berkualitas,” tandasnya, dengan senyum yang merekah meski dunia yang ia lihat tidak sejernih orang lain, tapi ia yakin masa depan bisa lebih terang.
HUKUM | 1 hari yang lalu
HUKUM | 1 hari yang lalu
PERISTIWA | 1 hari yang lalu
HUKUM | 1 hari yang lalu
PERISTIWA | 2 hari yang lalu
HUKUM | 1 hari yang lalu
HUKUM | 17 jam yang lalu
HUKUM | 14 jam yang lalu
HUKUM | 1 hari yang lalu
PERISTIWA | 2 hari yang lalu