Pelajaran yang Dipetik dari Pemecatan Patrick Kluivert, Ini Kata Praktisi Sepak Bola

Oleh: Tarmizi Hamdi
Kamis, 16 Oktober 2025 | 22:46 WIB
Mantan Pelatih Timnas Indonesia Patrick Kluivert. (Foto/PSSI).
Mantan Pelatih Timnas Indonesia Patrick Kluivert. (Foto/PSSI).

BeritaNasional.com - Pemecatan Patrick Kluivert dari kursi kepelatihan Tim Nasional (Timnas) Indonesia oleh Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) menuai perbincangan hangat.

Ada beberapa hal yang menjadi sorotan publik mengenai pemecatan ini. Sudah layak kah Patrick Kluivert menerima ganjaran pemecatan dari PSSI imbas Timnas Indonesia gagal lolos ke Piala Dunia 2026? Lantas, pada akhirnya adalah pelajaran apa yang bisa diambil oleh PSSI terkait pemecatan tersebut?

Bagi praktisi sepak bola sekaligus pelatih klub sepak bola remaja Yusron Yazid, pemecatan ini bukan lagi soal layak atau tidak, melainkan sebuah konsekuensi dari profesi pelatih di level tinggi.

Menurut pelatih pemegang lisensi C AFC ini, seorang pelatih profesional yang menangani tim sekelas negara harus berhadapan dengan ekspektasi dan tekanan yang tinggi.

"Bukan soal layak atau nggak dipecat, tapi memang ini adalah konsekuensi profesi, profesi pelatih profesional di level negara atau di level tinggi, yang mana ketika sudah berhadapan dengan ekspektasi, kemudian exposure yang begitu besar, begitu tinggi, maka memang tuntutannya adalah berhasil," kata pelatih yang kini menukangi klub sepak bola Raga Negeri Football Academy ini melalui keterangannya pada Kamis (16/10/2025).

Ia menegaskan bahwa keputusan PSSI adalah hal yang wajar dan merupakan risiko yang sudah melekat pada pekerjaan tersebut.

"Ini bukan soal perkara layak atau tidak, dan memang ini merupakan konsekuensi dari sebuah job atau sebuah resiko yang diambil ketika sudah memutuskan untuk melatih sebuah negara," katanya.

Pelajaran dari Pemecatan Patrick Kluivert

Yusron Yazid menilai kasus pemecatan Kluivert yang dikategorikan sebagai pelatih muda untuk timnas dapat menjadi pelajaran berharga.

Pelajaran utamanya adalah keharusan untuk menganalisis dan mempelajari situasi tim sebelum menerima tawaran melatih.

"Bahwa sebelum mengambil job atau memutuskan mengambil tawaran melatih sebuah negara, kita bisa menganalisis terlebih dahulu ekspektasi, kemudian mempelajari track record dari pelatih sebelumnya yang mengendalikan apakah trend-nya buruk atau tidak," jelas mantan pelatih klub Young Warrior Football Academy.

Menurut dia, kesalahan terbesar Kluivert selama menangani Timnas adalah melakukan terlalu banyak perubahan secara teknis dalam waktu singkat, padahal pelatih sebelumnya, Shin Tae-yong (STY), sudah berhasil membawa timnas ke level tertentu.

"Pelatih sebelumnya (Shin Tae-yong) kan memang bisa dikatakan sudah berhasil membawa Indonesia ke titik ini. Seharusnya dia tinggal meneruskan saja," tegasnya.

Perubahan drastis ini dinilai sangat berisiko, terutama karena Kluivert tidak memiliki cukup waktu untuk bereksperimen atau menerapkan gaya bermainnya. Dari sisi formasi dan strategi saat menghadapi Arab Saudi dan Irak di putaran keempat Kualifikasi Piala Dunia zona Asia beberapa waktu lalu, Kluivert mengubah formasi menjadi 4-4-2 yang sebelumnya 3-5-2.

Yusron Yazid mencontohkan langkah yang ideal, yaitu meniru strategi Guus Hiddink saat melatih Korea Selatan di Piala Dunia 2002. Hiddink melakukan regenerasi dan uji coba melawan tim-tim kuat.

"Seharusnya dia mencontek saja apa yang dilakukan oleh Gus Hiddink di Korea Selatan tahun 2002. Ini dalam kasus soal pemain, saya pikir Patrick seharusnya lebih teliti kemarin," tandasnya.

Kluivert seharusnya meneruskan saja apa yang telah dibangun oleh pelatih lama (STY) karena faktor keterbatasan waktu.sinpo

Editor: Tarmizi Hamdi
Komentar: