Industri Ride Hailing Indonesia Tumbuh Pesat, Driver Prioritaskan Stabilitas Pendapatan Dibanding Komisi
 
    BeritaNasional.com - Industri digital Indonesia, terutama layanan ride hailing, kini menjadi penopang penting perekonomian nasional. Pemerintah memproyeksikan nilai ekonomi digital Indonesia akan tumbuh empat kali lipat dalam lima tahun ke depan, mencapai USD 210–360 miliar atau sekitar Rp5.800 triliun.
Ekonom Senior Prasasti, Piter Abdullah Redjalam, mengatakan, sektor digital lebih efisien dibanding sektor tradisional karena setiap rupiah yang diinvestasikan menghasilkan pertumbuhan ekonomi lebih besar.
"Ride hailing tidak hanya menyambungkan pengemudi dan konsumen, tetapi juga mendukung jutaan UMKM," ujarnya, Jumat (31/10/2025).
Kontribusi ride hailing terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2023 tercatat Rp382,62 triliun atau sekitar 2% PDB, sekaligus menyerap tenaga kerja di tengah gelombang PHK sektor manufaktur. Namun, pertumbuhan pesat ini juga menimbulkan polemik terkait besaran komisi aplikator terhadap driver. Pemerintah menetapkan batas maksimum komisi 20%, dengan kewajiban 5% dialokasikan untuk program kesejahteraan driver.
Hasil survei terbaru menunjukkan bahwa isu komisi tidak selalu menjadi prioritas utama driver. Survei Tenggara Strategics terhadap 1.052 driver aktif di Jabodetabek pada September 2025 mengungkap bahwa 82% driver lebih memilih potongan komisi 20% asalkan jumlah order tinggi, dibanding potongan 10% dengan orderan sepi.
Piter menambahkan, mayoritas driver di wilayah metropolitan menilai kepastian order dan perlindungan tambahan lebih penting daripada sekadar besaran potongan. Potongan rendah tanpa jaminan order tidak otomatis meningkatkan kesejahteraan mereka.
"Survei Paramadina Public Policy Institute (PPPI) yang dilakukan terhadap 1.623 responden di enam kota besar sejalan dengan temuan itu. Sebanyak 60,8% driver lebih memilih potongan 20% dengan insentif dan promo, sementara 81% responden menekankan pentingnya stabilitas pendapatan harian dibanding margin per order," jelasnya.
Seorang driver di Jakarta, yang enggan disebut namanya, mengatakan, potongan 20% tidak masalah bagi saya selama order tetap banyak. Insentif, promo pelanggan, dan fasilitas tambahan justru yang membuat penghasilan saya stabil," tuturnya.
Para ahli menekankan bahwa isu utama bukan sekadar persentase komisi, melainkan bagaimana komisi tersebut dikelola dan dikembalikan dalam bentuk manfaat nyata bagi driver.
“Keadilan dalam ekosistem ride hailing terletak pada kualitas ekosistem, bukan sekadar persentase,” kata Piter.
Pemerintah dan aplikator juga menghadapi tantangan sendiri. Aplikator harus menyeimbangkan biaya teknologi, operasional, serta persaingan yang ketat, sambil memastikan harga tetap terjangkau bagi konsumen. Regulasi yang terlalu kaku bisa membatasi inovasi dan mengurangi insentif bagi driver.
“Regulasi sebaiknya menjadi pagar pengaman yang menjamin keadilan dan perlindungan, bukan belenggu yang menghambat pertumbuhan. Dialog proaktif antara pemerintah, aplikator, dan asosiasi driver sangat diperlukan untuk membangun standar industri yang berkelanjutan," jelas dia.
Industri digital Indonesia, dengan kontribusi signifikan terhadap PDB dan penyerapan tenaga kerja, dinilai mampu terus tumbuh jika ketiga pihak dapat menjaga keseimbangan antara transparansi, perlindungan, dan fleksibilitas bisnis.
POLITIK | 2 hari yang lalu
PERISTIWA | 1 hari yang lalu
GAYA HIDUP | 2 hari yang lalu
OLAHRAGA | 1 hari yang lalu
GAYA HIDUP | 1 hari yang lalu
GAYA HIDUP | 2 hari yang lalu
DUNIA | 1 hari yang lalu
PERISTIWA | 1 hari yang lalu
EKBIS | 1 hari yang lalu
EKBIS | 2 hari yang lalu












