Profil Pahlawan Nasional Gus Dur, Presiden dan Kiai yang Humanis nan Humoris

Oleh: Tim Redaksi
Senin, 10 November 2025 | 12:46 WIB
Profil pahlawan nasional Gus Dur, presiden dan kiai yang humanis nan humoris. (Foto/Instagram Gusdur.IG)
Profil pahlawan nasional Gus Dur, presiden dan kiai yang humanis nan humoris. (Foto/Instagram Gusdur.IG)

BeritaNasional.com - Siapa yang tak mengenal KH. Abdurrahman Wahid atau akrab disapa Gus Dur? Ia adalah seorang ulama, intelektual, negarawan besar dan juga Presiden RI ke-4. Sosoknya yang sederhana, berpandangan luas, dan memiliki rasa kemanusiaan tinggi membuatnya dicintai oleh banyak kalangan. Bahkan, Gus Dur memiliki ungkapan legendaris “Gitu aja kok repot,” yang jadi simbol dari cara berpikir santai tapi penuh makna dalam menghadapi kompleksitas hidup dan politik.

Seperti apa kisah hidup Gus Dur, berikut profil Gus Dur beserta pendidikan, perjalanan karier dan pemikirannya yang dikutip BeritaNasional, Senin (10/11/2025) dari berbagai sumber.

Biodata Gus Dur

Nama Lengkap: KH. Abdurrahman ad-Dakhil Wahid

Nama Populer: Gus Dur

Tempat, Tanggal Lahir: Jombang, Jawa Timur, 7 September 1940

Wafat: Jakarta, 30 Desember 2009 (usia 69 tahun)

Orang Tua: KH. Wahid Hasyim dan Nyai Hj. Sholehah (putri KH. Bisri Sansuri)

Istri: Hj. Sinta Nuriyah Wahid

Anak: Zannuba Ariffah Chafsoh (Yenny Wahid), Alissa Qotrunnada Wahid, Anita Hayatunnufus Wahid, Inayah Wulandari Wahid

Agama: Islam

Jabatan Tertinggi: Presiden Republik Indonesia ke-4 (1999–2001)

Organisasi: Nahdlatul Ulama (NU)

Latar Belakang dan Keluarga

Gus Dur lahir dari keluarga besar ulama ternama di Indonesia. Ayahnya, KH. Wahid Hasyim, adalah Menteri Agama pertama RI yang juga putra dari KH. Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama (NU).

Dari pihak ibunya, Gus Dur merupakan cucu dari KH. Bisri Sansuri, pendiri Pondok Pesantren Denanyar, Jombang. Keluarga yang religius dan berpendidikan tinggi ini sangat berpengaruh dalam membentuk karakter Gus Dur sebagai sosok yang rendah hati, toleran, dan haus akan ilmu.

Riwayat Pendidikan Gus Dur

Sejak kecil, Gus Dur dikenal gemar membaca. Ia belajar Al-Qur’an langsung kepada kakeknya, KH. Hasyim Asy’ari. Setelah lulus Sekolah Dasar, ia melanjutkan ke Sekolah Menengah Ekonomi Pertama (SMEP) di Yogyakarta sambil mondok di Pondok Pesantren Krapyak.

Setelah itu, ia melanjutkan pendidikannya di beberapa pesantren ternama seperti Pondok Pesantren Tegalrejo, Magelang, dan Pondok Pesantren Tambakberas, Jombang.

Tahun 1964, Gus Dur berangkat ke Mesir untuk belajar di Universitas Al-Azhar, Fakultas Syariah. Dua tahun kemudian, ia melanjutkan ke Universitas Baghdad, Irak, di Fakultas Adab Jurusan Sastra Arab (1966–1970).

Setelahnya, ia sempat melanjutkan studi ke Universitas Leiden, Belanda, dan berkunjung ke Jerman serta Prancis untuk memperluas wawasan intelektualnya.

Selain itu, Gus Dur juga mendapatkan gelar Doktor Kehormatan atau Doktor Honoris Causa atas pemikiran dari berbagai negara seperti Thailand, Prancis, India, Belanda, Jepang, Israel dan Korea.

Perjalanan Karier dan Pemikiran

Sekembalinya ke Indonesia, Gus Dur bergabung dengan LP3ES (Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial), wadah kaum intelektual Muslim progresif. Ia lalu menjadi kontributor utama di majalah Prisma, serta menulis untuk media seperti Tempo dan Kompas, membahas isu-isu sosial, agama, dan kemanusiaan.

Pada tahun 1977, Gus Dur menjadi Dekan Fakultas di Universitas Hasyim Asy’ari dan guru di Pesantren Tambakberas. Pemikirannya yang terbuka dan berpihak pada rakyat kecil membuatnya disegani di dunia akademik dan keagamaan.

Tahun 1984 merupakan titik penting dalam perjalanan Gus Dur, yang mana ia terpilih sebagai Ketua Umum PBNU (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama). Selama tiga periode kepemimpinannya (1984–2000), Gus Dur mengembalikan NU ke khittah perjuangan, menjadikannya organisasi sosial-keagamaan yang independen dari politik praktis.

Pasca tumbangnya rezim Soeharto, Gus Dur tampil sebagai tokoh reformasi. Pada 1999, ia terpilih sebagai Presiden ke-4 Republik Indonesia menggantikan BJ Habibie. Selama masa pemerintahannya, Gus Dur memperjuangkan pluralisme dan membubarkan Departemen Sosial serta Departemen Penerangan yang dianggap tidak efisien.

Pada Juli 1998 Gus Dur mendirikan partai politik yakni Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) atas usulan NU. Ini menjadi satu-satunya cara Gus Dur untuk melawan Golkar dalam pemilihan umum di masa transisi Orde Baru. Saat itu, menjadi Ketua Dewan Penasihat PKB dan Matori Abdul Djalil sebagai ketua partai.

Namun sayang, pemikirannya yang revolusioner itu justru membuatnya tak lama duduk di posisi Kepala Negara. Pada 23 Juli 2001, ia dimakzulkan oleh MPR RI yang saat itu diketuai oleh Amien Rais. Posisinya lantas digantikan oleh Megawati Soekarnoputri yang saat itu Wakil Presiden.

Nilai-Nilai Perjuangan Gus Dur

Terdapat tiga nilai utama selalu melekat pada sosok Gus Dur:

1. Kemanusiaan (Humanisme)

Gus Dur percaya semua manusia setara di hadapan Tuhan tanpa memandang agama, ras, atau latar belakang.

2. Toleransi dan Pluralisme

Ia dikenal sebagai pelopor dialog lintas agama di Indonesia dan berani membela hak-hak kaum minoritas.

3. Kesederhanaan dan Keteladanan

Gus Dur tidak silau dengan kekuasaan. Saat dilengserkan dari jabatan presiden, ia tetap tenang, bahkan tampil sederhana dengan celana pendek — simbol bahwa jabatan hanyalah amanah.

Filosofi “Gitu Aja Kok Repot” dan Humor Gus Dur

Ungkapan “Gitu aja kok repot” menjadi ikon khas Gus Dur. Bagi Gus Dur, setiap persoalan pasti memiliki jalan keluar dan tidak perlu dibesar-besarkan.

Menurut peneliti Musa A.M. (Erlangga, 2010), kalimat itu muncul dari keprihatinan Gus Dur terhadap birokrasi Indonesia yang sering mempersulit urusan rakyat.

Dengan gayanya yang santai dan penuh humor, Gus Dur mengajarkan masyarakat untuk menghadapi masalah dengan hati yang ringan dan pikiran terbuka.

Gus Dur merupakan pribadi yang unik, otentik dan progresif, baik ketika masih menjabat presiden maupun saat berstatus warga sipil alias Kiai. Dalam banyak kesempatan, Gus Dur sering melontarkan jokes-jokes yang nyeleneh dan membuat siapa saja yang mendengarnya merasa terhibur sekaligus tersindir. Bisa dibilang, Gus Dur adalah legenda stand up comedy.

Beberapa jokes yang pernah dilontarkan Gus Dur dan tak pernah bosan didengar antara lain: Humor Soeharto dan Harmoko Naik Haji, Humor Polisi Jujur, Humor Proyek Jembatan Surga-Neraka, Nasib Gus Dur dan Supir Metromini di Akhirat, Presiden Wisatawan, Siapa Paling Dekat dengan Tuhan, Humor Karakter Presiden, Permintaan Presiden Kepada Tuhan, Perbedaan Karakter Orang Indonesia dan Bangsa Lain, dan masih banyak lagi.

Bahkan, Gus Dur pernah membuat Presiden AS Bill Clinton terbahak.

Wafat dan Warisan Pemikiran

Gus Dur wafat pada 30 Desember 2009 di RSCM Jakarta dan dimakamkan di kompleks makam keluarga Tebuireng, Jombang.

Ribuan pelayat dari berbagai agama datang untuk memberikan penghormatan terakhir. Bahkan, banyak rumah ibadah dari agama lain yang turut mendoakannya, ini bukti nyata bahwa nilai kemanusiaan yang ia ajarkan menembus batas keyakinan.

Selain itu, pada batu nisan Gus Dur tertulis kalimat sederhana namun mendalam: “Here Rests a Humanist.”

(Rep/Nissa)

sinpo

Editor: Kiswondari
Komentar: