Bertemu JK, Pimpinan MPR Bahas Gagasan Prabowo untuk Bentuk Layanan Penerimaan Negara

Oleh: Tim Redaksi
Kamis, 23 Mei 2024 | 12:00 WIB
Pimpinan MPR RI saat bertemu Jusuf Kalla. (Foto/MPR RI).
Pimpinan MPR RI saat bertemu Jusuf Kalla. (Foto/MPR RI).

BeritaNasional.com - Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo mengapresiasi dukungan Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla tentang pentingnya Indonesia melakukan pemisahan Kementerian Keuangan dan Badan Layanan Penerimaan Negara (BLPN) yang membawahi Pajak, Bea Cukai dan PNBP.

 Hal itu dikatakan Bamsoet usai bertemu dengan JK di kediaman pribadi JK, Rabu (22/5/2024). Hadir antara lain Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah dan Syarif Hasan.

"Pak JK mendukung rencana Pak Prabowo membentuk Badan Layanan Penerimaan Negara, sebagaimana mengacu berbagai negara maju seperti Amerika. Melalui Badan Penerimaan Negara secara bertahap diharapkan dapat mendorong capaian tax ratio hingga menembus 23 persen," ujar Bamsoet dalam keterangannya, Kamis (23/5/2024).

Bamoset mengatakan, Jusuf Kalla juga memberikan pandangan tentang pentingnya penataan sistem Pemilu agar kedepannya lebih efektif, murah, mudah dan efisien. Karenanya perlu evaluasi menyeluruh sejak penyelenggaraan Pemilu langsung pada tahun 2004 hingga tahun 2024, agar bisa ditemui plus dan minus, kekurangan dan kelebihannya. Sehingga bisa dilakukan perbaikan secara menyeluruh.

"Kita sudah mengalami pasang surut dinamika berbagai Pemilu. Tidak ada salahnya jika pada pemerintahan yang akan datang, eksekutif dan legislatif dengan melibatkan berbagai pihak bisa segera duduk bersama. Pemilu sebagai pengejawantahan pemberian kedaulatan rakyat kepada para wakilnya di Parlemen maupun kepada Presiden-Wapres, tak boleh dinodai dengan pratik-pratik transaksional biaya tinggi dan money politic, yang ujungnya hanya akan membuat korupsi menjadi merajalela," jelas Bamsoet.

Karena itu, kata Bamsoet, pekerjaan rumah lain yang harus menjadi perhatian yakni tentang masih adanya ketidakpastian hukum. Padahal dalam pengelolaan perekonomian, kepastian hukum adalah yang utama.

"Sebagai contoh, saat ini saja ada sekitar 42 ribu peraturan di Indonesia mulai dari undang-undang, peraturan presiden, peraturan pemerintah, hingga peraturan gubernur, bupati, dan walikota yang diduga saling tumpang tindih. Hiper regulasi, disharmonisasi regulasi, hingga multi interpretasi regulasi tersebut berdampak pada terhambatnya kemajuan perekonomian, diantaranya iklim investasi dan kemudahan berusaha di Indonesia. Karenanya perlu dilakukan evaluasi secara menyeluruh melalui program legislasi review," pungkas Bamsoet.sinpo

Editor: Harits Tryan Akhmad
Komentar: