Waspada Flare Matahari yang Berdampak bagi Bumi, Peneliti Buat Peringatan Dini

Oleh: Tarmizi Hamdi
Jumat, 28 Juni 2024 | 13:00 WIB
Ilustrasi flare matahari. (Foto/NASA)
Ilustrasi flare matahari. (Foto/NASA)

BeritaNasional.com - Matahari sebagai benda antariksa yang dinamis dan kompleks terus-menerus memancarkan radiasi. Daerah aktif di Matahari dapat menghasilkan yang disebut flare.

Prakiraan kapan matahari menghasilkan flare begitu penting untuk peringatan dini cuaca antariksa.

Hal tersebut diungkapkan peneliti antariksa dari Pusat Riset Antariksa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Santi Sulistiani dalam pemaparannya dalam Jurnal Review edisi 7 di Bandung pada Rabu (26/6).

Menurut Santi, flare atau peristiwa lonjakan intensitas secara tiba-tiba di korona Matahari biasanya disebabkan aktivitas magnet di Matahari.

“Flare melontarkan energi sangat besar. Dampaknya, navigasi dan sistem kelistrikan termasuk komunikasi radio menjadi terganggu akibat radiasi yang ditimbulkan oleh flare mengionisasi atmosfer atas bumi,” tuturnya.

Santi menjelaskan cuaca antariksa mengacu pada kondisi dinamis yang sangat bervariasi di lingkungan antariksa. 

Sistem teknologi di Bumi rentan terganggu oleh cuaca antariksa yang bersumber dari aktivitas Matahari sehingga diperlukan mitigasi bencana antariksa yang berakibat pada terganggunya komunikasi, navigasi, dan sistem kelistrikan.

Riset yang dilakukan Santi bersama tim adalah mengembangkan sistem prakiraan flare sinar-X yang dihasilkan daerah aktif matahari untuk 24 jam ke depan. 

Dengan menggunakan data Januari 1998 hingga Juni 2018, diperoleh model prakiraan flare sinar-X yang didasarkan pada masukan perubahan parameter dari daerah aktif selama tiga hari sebelum terjadinya flare.

"Parameternya meliputi posisi, klasifikasi Hale, klasifikasi McIntosh, jumlah bintik, dan luas grup bintik matahari dalam rentang waktu 72 jam terakhir menggunakan algoritma random forest (RF)," jelasnya.

Model prakiraan flare yang dikembangkan menggunakan algoritma RF ini, jelas Santi, menghasilkan model prakiraan dengan akurasi sekitar 75 persen untuk prakiraan kondisi tanpa flare, sekitar 40 hingga 45 persen untuk prakiraan flare kelas C dan M, dan sekitar 80 persen untuk prakiraan flare kelas X.

Parameter fisis daerah aktif yang paling berkontribusi terhadap prakiraan flare adalah luas, kelas Hale, kelas McIntosh, jumlah bintik, dan posisi bujur dalam 24 dan 48 jam menjelang flare. 

Model prakiraan flare ini dapat digunakan untuk mendukung kegiatan Space Weather Information and Forecast Services (SWIFtS) yang telah beroperasi sejak 2015.

"Prakiraan flare lebih banyak dipengaruhi oleh kondisi fisis daerah aktif dalam 24 jam terakhir, terutama parameter luas, kelas Hale, dan kelas McIntosh. Namun, luas daerah aktif dalam 48 jam terakhir pun cukup berkontribusi pada prakiraan flare," terangnya.

SWIFtS merupakan sistem monitoring cuaca antariksa dengan platform web base yang menyajikan informasi dan prediksi cuaca antariksa harian. SWIFtS memberikan informasi cuaca antariksa terkini dengan prediksinya 24 jam ke depan.

Santi menunjukkan evolusi daerah aktif yang ditunjukkan sebagai perubahan parameter fisik harian, belum memadai untuk digunakan sebagai masukan dalam prakiraan flare. Sehingga, masih perlu dilakukan pengembangan lebih lanjut.

"Misalnya, dengan mempertimbangkan perubahan medan magnet daerah aktif dengan resolusi waktu yang lebih tinggi untuk menghasilkan model prakiraan flare lebih komprehensif," tandasnya.sinpo

Editor: Tarmizi Hamdi
Komentar: