Terungkap, Lord of The Rings Lahir Akibat Trauma PD I

Oleh: Dyah Ratna Meta Novia
Selasa, 20 Agustus 2024 | 08:00 WIB
Ilustrasi novel dan film Lord of The Rings (Foto/Pixabay)
Ilustrasi novel dan film Lord of The Rings (Foto/Pixabay)

BeritaNasional.com - Penulis JRR Tolkien bercerita tentang pengalamannya selama Perang Dunia (PD) I. Ternyata pengalaman dari PDI membuatnya trauma dan sangat berpengaruh terhadap novel fantasi epik karyanya, The Lord of the Rings.

"Terus terang, kisah-kisah manusia selalu tentang satu hal yakni kematian. Kematian yang tak terelakkan," kata penulis The Lord of the Rings, JRR Tolkien, dalam sebuah dokumenter BBC tahun 1968.

Novel Lord of The Rings terbit pada 1954. Dalam novel tersebut dikisahkan dunia yang rumit dan sejarah terperinci tentang negeri-negeri para elf, hobbit, dan penyihir yang terancam oleh Sauron nan jahat.

"Tidak ada kejadian pada seseorang yang alami, karena kehadirannya mempertanyakan dunia. Semua orang pasti mati: tetapi bagi setiap orang kematiannya adalah kecelakaan dan, bahkan jika ia mengetahuinya dan menyetujuinya, merupakan pelanggaran yang tidak dapat dibenarkan," kata JRR Tolkien.

"Anda boleh setuju dengan kata-kata itu atau tidak. Tapi itulah kunci utama The Lord of the Rings," ujarnya.

Ancaman kematian menghantui kehidupan awal Tolkien. Pengalaman-pengalaman tersebut memengaruhi tema-tema dalam movelnya, termasuk kisah tentang Dunia Tengah alias Middle-earth.

John Ronald Reuel Tolkien sendiri lahir pada 1892 dari dua orang tua yang sangat Inggris di Afrika Selatan. Keluarganya di sana karena ayah Tolkien mengejar karier di bidang perbankan.

Kematian sang ayah yang tiba-tiba membuat keluarganya jatuh miskin. Ibu Tolkien, Mabel kemudian memutuskan pindah ke Inggris dan tinggal di sebuah pondok murah di Desa Sarehole, dekat Birmingham.

Kepulangan ke Inggris, liburan di pedesaan penuh padang rumput memengaruhi lanskap yang kemudian ia ciptakan dalam The Lord of the Rings.

Sang ibu memupuk bakat bahasa Tolkien yang luar biasa. Dia mengajari putranya tersebut bahasa Latin, Prancis, dan Jerman sejak usia dini. Ia mendorongnya untuk menulis dan bercerita.

Namun sayangnya, saat Tolkien berusia 12 tahun, ibunya didiagnosis mengidap diabetes.  Usai ibunya meninggal pada tanggal 14 November 1904, Tolkien dan adiknya dititipkan kepada seorang pastor bernama Romo Xavier Morgan, dan kemudian kepada seorang bibi.

Tolkien anak yang sangat cerdas. Ia melanjutkan studinya di Universitas Oxford, tempat ia belajar ilmu klasik sebelum beralih ke filologi karena bakatnya dalam bahasa.

Usai lulus kuliah ia ditugaskan sebagai letnan dua di Lancashire Fusiliers dan dikirim ke Front Barat. Batalion tempat Tolkien bertugas tiba di Somme pada awal Juli 1916. Pertempuran itu terbukti menjadi salah satu konflik paling berdarah dalam sejarah manusia.

Medan perang yang porak-poranda dan luluh antak akibat perang di Prancis dan Belgia, membuatnya menuliskan lanskap Mordor yang mengerikan dan tandus dalam The Lord of the Rings.

Penderitaan dan pembantaian besar umat manusia, ia deskripsikan dalam mesin perang orc serta penebangan hutan oleh penyihir jahat Saruman di Dunia Tengah.

The Lord of the Rings bukanlah sebuah pemujaan terhadap perang. Novel ini merupakan refleksi tentang trauma mendalam, konflik, dan kematian mengubah orang-orang yang menyaksikan dan menjalaninya.sinpo

Editor: Dyah Ratna Meta Novia
Komentar: