Peneliti Ungkap Tantangan Lawan Kasus Cacar Monyet di Indonesia

Oleh: Tarmizi Hamdi
Minggu, 08 September 2024 | 17:30 WIB
Ilustrasi cacar monyet. (Foto/Freepik)
Ilustrasi cacar monyet. (Foto/Freepik)

BeritaNasional.com - Sebanyak 88 kasus cacar monyet di Indonesia sejauh ini dapat tertangani dengan baik.

Namun, dari data hasil riset kepustakaan yang dilakukan peneliti Pusat Riset Kedokteran Preklinis dan Klinis (PRKPP) BRIN, terdapat kasus clade IB yang mulai memasuki negara Asia Tenggara, yaitu Thailand. 

”Kasus ini berbeda kemungkinan dengan 88 kasus tadi, yang lebih jinak karena disebabkan oleh Clade II B. Sementara Clade IB terkenal lebih memiliki fatalitas yang lebih tinggi,” ujar salah seorang peneliti BRIN, Reza Yuridian Purwoko, yang dikutip dari laman BRIN pada Minggu (8/9/2024).

Berdasarkan hasil risetnya, ditemukan beberapa faktor risiko yang mesti diperhatikan, yaitu kontak dengan hewan pengerat. 

Misalnya, konsumsi daging hewan yang terinfeksi virus dengan tidak matang, riwayat perjalanan dari daerah yang tinggi penyakitnya, dan terutama adalah kontak intim erat, salah satunya melalui hubungan seksual.

Tantangan saat ini, belum ada tes deteksi yang cepat dan akurat untuk mengidentifikasi cacar monyet (mpox), terutama yang dapat membedakannya dari penyakit serupa.

"Pengembangan tes semacam ini sangat diperlukan untuk meningkatkan diagnosis dan penanganan kasus. Panduan pengobatan yang ada masih terbatas. Diperlukan penelitian lebih lanjut tentang obat antivirus, khususnya untuk menangani kasus-kasus yang parah," tuturnya.

Penanganan cacar monyet pada anak-anak masih menjadi perhatian khusus. Informasi tentang perawatan dan pengobatan untuk pasien anak masih sangat terbatas. 

Studi lebih lanjut diperlukan untuk menentukan dosis obat yang tepat dan metode perawatan yang sesuai untuk anak-anak.

Efek jangka panjang dari infeksi Mpox juga masih perlu diteliti. Penelitian lanjutan sangat diperlukan untuk memahami dampak jangka panjang dan mengembangkan protokol perawatan pasca-pemulihan yang efektif.

"Di Indonesia, sistem pemantauan kasus Mpox masih perlu ditingkatkan, terutama di daerah-daerah terpencil. Pemanfaatan teknologi untuk pelaporan kasus secara real-time bisa menjadi solusi untuk masalah ini," tuturnya.

Masyarakat juga memerlukan edukasi yang masif untuk meningkatkan kesadaran tentang Mpox dan mengurangi stigma yang muncul.

Selain itu, vaksinasi perlu mendapat perhatian. Ketersediaan vaksin masih terbatas dan strategi yang jelas untuk menentukan prioritas vaksinasi sangat diperlukan. 

Pencegahan penularan di fasilitas kesehatan juga perlu ditingkatkan untuk menghindari penyebaran Mpox di rumah sakit. 

Diperlukan aturan yang lebih jelas untuk mencegah penyebaran Mpox melalui perjalanan antar negara.

Untuk mengatasi tantangan-tantangan ini, beberapa arah penelitian perlu diprioritaskan. Pengembangan tes deteksi Mpox yang lebih cepat dan akurat menjadi salah satu fokus utama. 

Penelitian tentang obat-obatan baru untuk Mpox juga perlu dilakukan, terutama untuk kasus-kasus yang lebih parah. 

Studi tentang dampak jangka panjang dari infeksi Mpox akan membantu dalam pengembangan protokol perawatan yang lebih baik.

Selain itu, penelitian tentang strategi komunikasi yang efektif diperlukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat. 

"Studi tentang strategi vaksinasi yang optimal juga penting dilakukan, termasuk evaluasi efektivitas vaksin pada berbagai kelompok populasi. Peningkatan sistem pemantauan kasus Mpox dan pengembangan kerjasama internasional dalam pengendalian penyakit ini juga menjadi prioritas penelitian di masa depan," ungkapnya.

Dengan fokus pada area-area penelitian ini, diharapkan penanganan Mpox di Indonesia dapat ditingkatkan, baik dari segi pencegahan, deteksi dini, pengobatan, maupun pengendalian penyebaran penyakit tersebut.

 sinpo

Editor: Tarmizi Hamdi
Komentar: