Cerita Para Santri Belajar Bahasa Mandarin di Pesantren

Oleh: Dyah Ratna Meta Novia
Kamis, 12 September 2024 | 06:00 WIB
Ilustrasi para santri belajar bahasa mandarin (Foto/Freepik)
Ilustrasi para santri belajar bahasa mandarin (Foto/Freepik)

BeritaNasional.com - Ternyata kini sejumlah pesantren di Indonesia mengajarkan bahasa Mandarin. Banyak lulusannya pondok pesantren yang melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi di China lewat berbagai program beasiswa, dari S1, S2, hingga S3.

Pesantren Nurul Jadid yang berada di Probolinggo, Jawa Timur jadi pesantren perintis yang mengajarkan bahasa mandari di komunitas Muslim Tanah Air.

Syamsul Hadi, seorang lulusan pesantren mengatakan, “SMA Nurul Jadid jadi satu-satunya SMA yang jadi test centre bahasa Mandarin, test centre IHSK.”

IHSK merupakan Ujian Standar Kompetensi Bahasa Mandarin. Biasanya IHSK dilakukan di perguruan tinggi. Namun sejak 2017, Nurul Jadid mendapatkan kepercayaan itu.

Apalagi sudah lebih dari 200 siswa lulusan SMA Nurul Jadid yang mendapatkan beasiswa dari lembaga-lembaga pendidikan tinggi di China. Sebagian besar dari mereka bahkan sudah lulus. 

Pesantren Nurul Jadid  kini mendorong lahirnya pondok-pondok pesantren yang mengajarkan bahasa Mandarin di berbagai penjuru Indonesia, termasuk Bahrul Ulum Besuk (Probolinggo), Badridduja Kraksaan (Probolingo), Maktuba al-Majidiyah (Madura) dan Nurul Jadid (Bali).

Dikutip dari VOA, Syamsul, yang kini menjabat sebagai Koordinator Pembelajaran Bahasa Mandarin di Nurul Jadid Probolinggo. Ia sudah meraih gelar S2 Bidang Teknologi Pendidikan di Zhejiang University of Technology berkat beasiswa.

Syamsul mengatakan, keberhasilan Pesantren Nurul Jadid terletak pada keunggulan program pengajarannya. Apalagi banyak pengajar bahasa Mandarin di sana adalah mantan alumninya sendiri yang sudah mengenyam pendidikan tinggi di negeri asal bahasa itu.

Awalnya, atas bantuan pemerintah Indonesia, Nurul Jadid memang mendatangkan sejumlah pengajar langsung dari China. Kehadiran para pengajar asing itu bahkan bertahan selama 10 tahun hingga 2016. 

Namun setelah bantuan pemerintah semakin berkurang dan biaya mendatangkan mereka luar biasa mahal. Akhirnya Nurul Jadid memutuskan untuk mempekerjakan para alumninya sendiri.

“Seiring semakin banyaknya lulusan (Nurul Jadid) yang kembali ke Indonesia. Akhirnya Nurul Jadid memutuskan untuk tidak mengambil guru dari China,” kata Syamsul.sinpo

Editor: Dyah Ratna Meta Novia
Komentar: