Anggota Komisi III Tolak Pendekatan Hukum Korupsi Jadi Restoratif

Oleh: Ahda Bayhaqi
Sabtu, 21 Desember 2024 | 13:49 WIB
Anggota Komisi III DPR Nasir Djamil. (Foto/PKS).
Anggota Komisi III DPR Nasir Djamil. (Foto/PKS).

BeritaNasional.com - Anggota Komisi III DPR Nasir Djamil menolak ide Menko Hukum dan HAM Yusril Ihza Mahendra akan mengubah pendekatan hukum korupsi menjadi restoratif. Nasir meminta Yusril lebih sensitif karena persepsi masyarakat terhadap penanganan kasus korupsi. Karena korupsi masih tergolong extraordinary crime.

“Karena kita tahu indeks persepsi korupsi kita turun. Kemudian korupsi juga masih menjadi musuh bangsa karena masuk dalam kategori extra ordinary crime karena melibatkan kejahatan kerah putih. Korupsi politik. Korupsi yudisial," ujar Nasir dalam siaran pers, Sabtu (21/12/2024).

Nasir menilai pernyataan penanganan korupsi menjadi restoratif akan menimbulkan kegaduhan. Ia meminta sebaiknya dihentikan.

Politikus PKS ini menilai masih banyak hal yang perlu diperbaiki, khususnya moralitas pejabat terkait.

“Sebaiknya memang jangan mengumbar hal-hal yang kontraproduktif dalam hal upaya Pak Presiden terkait (pemberantasan) tipikor itu," ujar Nasir.

"Karena di banyak negara korupsi itu bahkan dihukum mati. China, misalnya. Kita sayang dengan Pak Prabowo. Jadi, seolah-olah (dengan adanya wacana) ini Pak Prabowo itu dinilai memandang memandang remeh kejahatan tindak pidana korupsi. Padahal, beliau sangat strict terkait kasus korupsi itu. Sebaiknya memang jangan mengumbar hal-hal yang kontraproduktif dalam hal upaya Pak Presiden terkait (pemberantasan) tipikor itu," pungkasnya.

Diketahui, dalam pendekatan restoratif, pelaku tindak pidana korupsi tidak harus dipenjara. Mereka cukup mengembalikan dana. Selama ini pendekatan restoratif digunakan dalam tindak pidana ringan (tipiring) seperti perkelahian tanpa senjata, perusakan properti, atau pidana ringan yang melibatkan anak dan perempuan.

 Sebelumnya, rencana perubahan ini diungkapkan Menko Yusril di acara diskusi bertemakan Agenda Pemberantasan Korupsi Kabinet Merah Putih yang digelar secara virtual oleh Forum Insan Cita, pada Minggu (15/12/2024) malam.

Menteri Yusril mengatakan Indonesia masih memakai pendekatan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) era kolonial Belanda dalam paradigma pemberantasan korupsi.

Padahal, lanjut dia, KUHP telah diperbarui dengan UU Nomor 1 Tahun 2023 yang membuka ruang rehabilitasi dalam penegakan hukum pidana. Hanya saja, ruang tersebut belum diakomodir dalam berbagai aturan pemberantasan korupsi.

Untuk itu, pemerintah akan mengubahnya dengan tak hanya menekankan pemenjaraan yang sifatnya balas dendam seperti di KUHP warisan kolonial Belanda, tapi lebih menekankan keadilan kolektif, restoratif dan rehabilitatif.sinpo

Editor: Harits Tryan Akhmad
Komentar: