Kaleidoskop 2024: Merger XL Axiata dan Smartfren, Era Baru Industri Telekomunikasi

Oleh: Imantoko Kurniadi
Senin, 30 Desember 2024 | 22:09 WIB
Ilustrasi BTS 4G. (Foto/doc. Sinarmas)
Ilustrasi BTS 4G. (Foto/doc. Sinarmas)

BeritaNasional.com -  Proses merger antara XL Axiata dan Smartfren telah rampung, menandai terbentuknya entitas baru bernama XL Smart (PT XL Smart Sejahtera).

Transaksi ini, dengan nilai mencapai USD 6,5 miliar atau sekitar Rp 104 triliun, menjadikannya salah satu merger terbesar di sektor telekomunikasi Indonesia.

Angka ini bahkan melebihi merger antara Indosat dan Tri yang membentuk Indosat Ooredoo Hutchison pada 2020, yang bernilai sekitar Rp 90 triliun.

Dan merger antar operaotr selular ini mungkin bakal jadi yang terakhir, karena menyisakan tiga pemain besar.

Yup, Merger XL Smart – nama aslinya PT XL Smart Sejahtera  menjadikan operator seluler di Indonesia tinggal tiga: Telkomsel, IOH, dan XL Smart. Sebelumnya ada Telkomsel, Indosat Ooredoo, XL Axiata, Smartfren, Axis, dan Hutchison Tri Indonesia.  

Merger di Industri Telekomunikasi Indonesia

Merger atau akuisisi di sektor telekomunikasi Indonesia bukanlah hal yang baru. Setidaknya sudah ada empat kali merger besar dalam beberapa tahun terakhir, salah satu yang menjadi sorotan ialah dimana kala itu Indosat dan Tri memutuskan untuk bergabuang, dan menjadi operator selular kedua terbesar di Indonesia.

Keputusan untuk menggabungkan dua perusahaan seringkali dipicu oleh kebutuhan untuk meningkatkan efisiensi operasional, memperluas jangkauan layanan, dan mengurangi biaya operasional. Merger juga memberikan peluang bagi operator untuk memperkenalkan inovasi yang lebih cepat kepada pengguna.

Merger XL Axiata dan Smartfren, yang menciptakan XL Smart, menjadi contoh terbaru dari langkah ini. Dengan total nilai transaksi yang mencapai sekitar Rp 104 triliun (USD 6,5 miliar), merger ini bertujuan untuk menciptakan entitas yang lebih kuat di pasar telekomunikasi Indonesia. Ke depannya, merger ini diharapkan dapat mempercepat transformasi digital dan memperluas layanan 5G di seluruh Indonesia.

Salah satu alasan utama mengapa merger antara XL Axiata dan Smartfren terjadi adalah untuk menciptakan efisiensi biaya dan memperkuat daya saing di pasar yang semakin ketat.

Gabungan ini memungkinkan perusahaan untuk mengoptimalkan sumber daya jaringan dan memperluas cakupan layanan ke wilayah yang sebelumnya belum terjangkau.

Selain itu, merger ini juga memberikan kesempatan untuk meningkatkan inovasi produk dan layanan. Dengan lebih dari 94 juta pelanggan dan pangsa pasar sekitar 27%, XL Smart berencana untuk memperkenalkan berbagai fitur baru yang dapat meningkatkan kualitas layanan dan pengalaman pengguna. Dengan fokus pada jaringan 5G, merger ini juga memberikan potensi besar untuk mempercepat pengembangan infrastruktur digital di Indonesia.

Masa Depan Telekomunikasi Indonesia: Dari Persaingan Menuju Kolaborasi

Merger dan akuisisi mungkin menjadi salah satu cara untuk mengatasi persaingan yang semakin sengit di pasar telekomunikasi Indonesia.

Namun, di balik semua itu, kolaborasi antaroperator juga bisa menjadi jalan untuk menciptakan ekosistem yang lebih baik bagi pelanggan dan industri secara keseluruhan.

Seiring berjalannya waktu, kita dapat mengharapkan lebih banyak kolaborasi strategis antara operator besar, yang akan mendukung pertumbuhan ekonomi digital Indonesia.

Dengan adanya merger antara XL Axiata dan Smartfren, serta potensi lainnya di masa depan, industri telekomunikasi Indonesia diperkirakan akan terus berkembang pesat dan memenuhi kebutuhan komunikasi serta digitalisasi masyarakat Indonesia.

Penguasaan Frekuensi Pasca Merger: Penantian Persetujuan Regulator

Meskipun rencana merger ini telah disetujui oleh dewan direksi ketiga perusahaan, kesepakatan ini masih harus menunggu persetujuan lebih lanjut dari regulator, seperti Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) serta Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Proses ini diharapkan segera mendapatkan lampu hijau dari pihak berwenang.

Merza Fachys, Presiden Direktur Smartfren, menjelaskan bahwa penguasaan frekuensi akan menjadi salah satu aspek yang dievaluasi oleh regulator dalam proses merger ini. “Kami sudah mengirimkan surat kepada Kemkomdigi pada hari perjanjian ditandatangani. Surat tersebut memuat berbagai hal penting, termasuk mengenai pengelolaan frekuensi di masa depan,” ujar Merza.

Menurutnya, XL Axiata dan Smartfren berharap frekuensi yang dimiliki dapat dimanfaatkan secara optimal untuk kepentingan pengembangan jaringan telekomunikasi di Indonesia.

Merger Sebelumnya: Pengembalian Frekuensi sebagai Syarat

Sebagai contoh, dalam merger antara Indosat Ooredoo dan Tri, pemerintah melalui Kominfo meminta kedua operator untuk mengembalikan sebagian frekuensi, yaitu 2x5 MHz FDD di spektrum 2,1 GHz, sebagai syarat persetujuan prinsip terhadap penggabungan mereka.

Kebijakan ini diambil setelah mempertimbangkan faktor-faktor seperti tingkat pemanfaatan frekuensi dan kebutuhan pengembangan jaringan.

Potensi Penguasaan Spektrum Frekuensi Pasca Merger

Smartfren sendiri dikenal memiliki potensi besar dalam penguasaan spektrum frekuensi. Saat ini, Smartfren mengoperasikan 11 MHz untuk uplink dan 11 MHz untuk downlink di pita 800 MHz, serta 40 MHz di pita 2,3 GHz. Selain itu, Smartfren juga memiliki anak perusahaan, Moratelindo, yang kini menjadi pesaing utama Telkom.

Di sisi lain, XL Axiata memiliki total 90 MHz, dengan distribusi 45 MHz untuk uplink dan 45 MHz untuk downlink, serta menggunakan pita frekuensi 1,9 GHz dan 2,1 GHz untuk mendukung layanan 5G.

Dengan merger ini, kedua operator ini berharap dapat meningkatkan efisiensi dan memperluas jangkauan layanan, sambil memaksimalkan penggunaan spektrum frekuensi yang dimiliki untuk mendorong perkembangan teknologi 5G di Indonesia.sinpo

Editor: Imantoko Kurniadi
Komentar: