KPU Barito Utara Diduga Main Mata di Pilkada 2024

Oleh: Panji Septo R
Senin, 03 Februari 2025 | 18:30 WIB
Ilustrasi kotak suara. (Foto/Freepik)
Ilustrasi kotak suara. (Foto/Freepik)

BeritaNasional.com - Pihak calon bupati dan wakil bupati  Barito Utara Akhmad Gunadi Nadalsyah-Sastra Jaya menduga Komisi Pemilihan Umum (KPU) Barito Utara bermain mata dalam Pilkada 2024.

Hal itu diucapkan tim hukum Gunadi-Sastra, Resmen Kadapi, terkait adanya dugaan kecurangan berupa pemberian kesempatan kepada pemilih tanpa KTP untuk mencoblos.

Menurut Kadapi, KPU Kabupaten Barito Utara diduga main mata dengan lawan kliennya sehingga rekomendasi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk melakukan pemungutan suara ulang (PSU) tak dilaksanakan.

"Dalam tanda kutip, kami minta KPU Kabupaten Barito Utara tidak main mata. Rekomendasi untuk PSU sudah dilayangkan Bawaslu, tetapi tidak dilakukan,” ujar Resmen kepada wartawan, Senin (3/2/2025).

Ia mengingatkan rekomendasi PSU tersebut dilatarbelakangi oleh pelanggaran berupa penambahan suara dari pemilih tanpa identitas atau pemilih yang tidak membawa kartu tanda penduduk (KTP) pada masa pencoblosan.

Padahal, kata dia, berdasarkan Pasal 19 Peraturan KPU Nomor 17 Tahun 2024 ayat (1) butir a-c dan ayat (2), pemilih wajib membawa KTP elektronik atau biodata kependudukan saat mencoblos.

"Jelas ada pelanggaran berupa calon pemilih yang datang ke TPS 04 di Desa Melawaken, Kecamatan Teweh Baru, tanpa membawa KTP elektronik atau biodata lainnya,” tuturnya.

Sebelumnya, Ketua dan Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Barito Utara serta Ketua Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Teweh Tengah telah digugat ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Jakarta.

Menurut Kuasa Hukum Gunadi-Sastra, Andi Muhammad Asrun, pokok permasalahan gugatan itu adalah tidak dilaksanakannya rekomendasi Bawaslu untuk menggelar pemungutan suara ulang.

"Itu tidak dilaksanakan oleh Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), maka ada masalah. Bahwa di TPS 04 Melawaken dan TPS 01 Melayu ada persoalan," ujar Andi.

Selain itu, ia juga mempersoalkan adanya pengurangan suara untuk meloloskan Sirekap. Menurutnya, KPPS seharusnya tidak perlu mengurangi suara untuk memasukkan data yang sebenarnya.

"Jadi karena itu dibuanglah, tiga angka baru bisa masuk. Sebetulnya itu tidak boleh, karena tidak ada kewenangan KPU, KPPS, atau PPK untuk membuang suara yang sudah diberikan," kata dia.

Kemudian, ia mengatakan rekomendasi PSU dari Bawaslu kabupaten tidak dilaksanakan oleh KPU kabupaten. Padahal, kata dia, tidak ada kewenangan KPU untuk menolak rekomendasi tersebut.

"Karena hukumnya wajib. Malah KPU ini berdalih membuat kajian hukum dalam rangka mengalahkan rekomendasi Bawaslu, itu kesalahannya," tandasnya.sinpo

Editor: Tarmizi Hamdi
Komentar: