Israel Siap Negosiasi Gencatan Senjata Permanen di Gaza, tapi Ada Syaratnya

BeritaNasional.com - Menteri Luar Negeri (Menlu) Israel Gideon Sa'ar menyatakan bahwa negaranya bersedia merundingkan gencatan senjata permanen di Gaza.
Namun, tawaran ini datang dengan syarat, yaitu harus tercapai terlebih dahulu gencatan senjata sementara dengan Hamas.
Dilansir dari Xinhua News pada Rabu (9/7/2025), pernyataan tersebut disampaikan dalam konferensi pers bersama Menteri Luar Negeri Slovakia, Juraj Blanar, di Bratislava.
"Israel serius dalam upayanya mencapai kesepakatan penyanderaan dan gencatan senjata di Gaza," kata Sa'ar pada Rabu.
Ia menambahkan bahwa delegasi Israel saat ini masih berada di Doha, Qatar, untuk melanjutkan pembicaraan tidak langsung dengan Hamas. Pembicaraan ini fokus pada proposal gencatan senjata selama 60 hari.
Proposal tersebut mencakup pembebasan 10 sandera yang masih hidup dan pemulangan jenazah beberapa orang lainnya.
Pertemuan Tingkat Tinggi dan Ambisi Israel
Pernyataan Sa'ar ini muncul menyusul dua pertemuan penting di Washington antara Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dan Presiden AS, Donald Trump. Pertemuan kedua berlangsung pada Selasa kemarin.
Dalam pernyataan video pada Rabu, Netanyahu mengatakan diskusi tersebut difokuskan pada "upaya pembebasan sandera kami." Meski demikian, belum ada terobosan yang diumumkan secara resmi.
Netanyahu juga menegaskan kembali bahwa Israel tetap "bertekad" untuk mencapai tujuannya dalam operasi militer di Gaza.
Ia menjelaskan tujuan tersebut sebagai upaya untuk mengamankan kembalinya semua sandera, baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal, serta "menghilangkan kemampuan militer dan pemerintahan Hamas."
Diketahui, konflik di Gaza ini bermula ketika Israel melancarkan serangannya pada 7 Oktober 2023. Serangan tersebut merupakan respons atas serangan mendadak yang dilancarkan Hamas yang menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyandera 250 orang.
Menurut pihak berwenang di Gaza, sejak awal konflik, setidaknya 57 ribu orang telah tewas. Selain itu, sekitar 70 persen bangunan dan sebagian besar infrastruktur di wilayah tersebut telah hancur, menyebabkan krisis kelaparan yang meluas dan parah.
PERISTIWA | 2 hari yang lalu
PERISTIWA | 1 hari yang lalu
PERISTIWA | 18 jam yang lalu
HUKUM | 1 hari yang lalu
HUKUM | 2 hari yang lalu
OLAHRAGA | 2 hari yang lalu
HUKUM | 1 hari yang lalu
HUKUM | 2 hari yang lalu
HUKUM | 1 hari yang lalu
OLAHRAGA | 1 hari yang lalu