Isu Blokir WhatsApp Call, MASTEL Minta Regulasi OTT Ditegakkan

Oleh: Imantoko Kurniadi
Selasa, 22 Juli 2025 | 14:42 WIB
Pelanggan Telkomsel di Makassar kini dapat menikmati koneksi Hyper 5G yang stabil dan berkecepatan tinggi di berbagai penjuru kota. (Foto/doc. Tsel)
Pelanggan Telkomsel di Makassar kini dapat menikmati koneksi Hyper 5G yang stabil dan berkecepatan tinggi di berbagai penjuru kota. (Foto/doc. Tsel)

BeritaNasional.com -  Menanggapi klarifikasi Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, soal isu pembatasan layanan WhatsApp Call dan sejenisnya, Masyarakat Telematika Indonesia (MASTEL) menegaskan bahwa mereka sejak awal konsisten mendorong penerapan regulasi yang berlaku bukan melakukan pembatasan akses terhadap layanan Over-The-Top (OTT).

Ketua Umum Mastel Sarwoto Atmosutarno, menekankan bahwa hubungan antara penyedia layanan OTT dan operator telekomunikasi di Indonesia sebenarnya sudah memiliki landasan hukum yang kuat.

Hal ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2021 tentang Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran (Postelsiar).

“Dalam Pasal 15 ayat (1) PP Postelsiar dinyatakan jelas bahwa Pelaku Usaha baik nasional maupun asing yang menjalankan kegiatan usaha melalui internet kepada pengguna di wilayah Indonesia dalam melakukan kerja sama usahanya dengan penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dan/atau penyelenggara jasa Telekomunikasi dilaksanakan berdasarkan prinsip adil, wajar, dan non-diskriminatif, serta menjaga kualitas layanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ketentuan ini dipertegas kembali dalam Pasal 11 PM Kominfo Nomor 5 Tahun 2021,” ujarnya, seperti dikutip dalam keterangannya, Selasa (22/7/2025).

Ia menjelaskan bahwa regulasi ini semestinya menjadi dasar kuat bagi operator telekomunikasi untuk meminta pemerintah menegakkan prinsip keadilan dan kesetaraan.

Hal ini penting, khususnya terhadap layanan seperti WhatsApp Call dan pesan instan lain yang beroperasi di Indonesia namun berada di bawah yurisdiksi asing.

Masalahnya, kata MASTEL, hingga kini regulasi tersebut belum berjalan maksimal. Salah satu alasannya karena layanan OTT kerap berada di luar jangkauan hukum Indonesia, namun tetap memanfaatkan infrastruktur lokal.

Akibatnya, operator Indonesia terbebani trafik tinggi dari OTT tanpa imbal balik sepadan, sementara OTT meraup keuntungan besar tanpa tanggung jawab setara, seperti kontribusi PNBP, biaya jaringan, hingga biaya akuisisi pengguna.

“Yang kami sampaikan kepada Komdigi adalah pentingnya implementasi regulasi yang telah dituangkan dalam PP Postelsiar tersebut. Bukan berarti kami mendorong pembatasan layanan. Justru kami berharap pemerintah mengambil peran aktif dalam memberlakukan prinsip-prinsip keadilan, kewajaran dan non-diskriminasi terhadap pihak-pihak terkait, juga perlu mengedukasi masyarakat, agar penataan ekosistem digital ke depan berjalan adil, sehat, dan berkelanjutan,” tandasnya.sinpo

Editor: Imantoko Kurniadi
Komentar: