KPK Sedang Hitung Kerugian Negara dalam Kasus Korupsi Kuota Haji 2024

Oleh: Panji Septo R
Sabtu, 09 Agustus 2025 | 07:15 WIB
Plt Deputi Penindakan KPK Asep Guntur Rahayu. (Foto/YouTube KPK)
Plt Deputi Penindakan KPK Asep Guntur Rahayu. (Foto/YouTube KPK)

BeritaNasional.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi kuota dan penyelenggaraan ibadah haji 2024 sedang dihitung.

"Kerugian negaranya masih sedang dihitung penghitungannya," ujar Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih pada Sabtu (9/8/2025).

Asep mengatakan kerugian negara itu bakal dihitung dari jumlah uang yang dikorupsi hasil konversi kuota haji reguler menjadi khusus pada 2024.

"Dari jumlah yang seharusnya menjadi kuota reguler kemudian menjadi kuota khusus itu, hasilnya komunikasi dengan pihak BPK," tuturnya.

Sebelumnya, KPK menaikkan kasus dugaan korupsi kuota haji 2024 ke tahap penyidikan setelah mengumpulkan beberapa alat bukti.

Langkah ini diambil setelah tim penyidik menemukan indikasi kuat adanya tindak pidana korupsi dalam proses tersebut.

“Terkait dengan perkara haji, KPK telah meningkatkan kasus penyelidikan terkait penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama tahun 2023–2024 ke tahap penyidikan,” ujar Asep.

Menurut Asep, proses penyelidikan telah menemukan adanya peristiwa yang patut diduga sebagai tindak pidana korupsi.

Dugaan tersebut berkaitan langsung dengan mekanisme penentuan kuota haji dan tata kelola penyelenggaraan ibadah haji oleh Kemenag dalam dua tahun terakhir.

“KPK telah menemukan peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana korupsi terkait dengan penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kemenag,” tuturnya.

Berdasarkan temuan tersebut, Asep menyampaikan KPK menyimpulkan perkara ini layak dilanjutkan ke tahap penyidikan. Dalam menangani kasus ini, KPK menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) umum.

“Sehingga disimpulkan untuk dilakukan penyidikan. Penyidikan perkara ini KPK menggunakan surat perintah penyidikan (sprindik) umum,” katanya.

Adapun, dasar hukum yang digunakan dalam proses penyidikan mengacu pada Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Selain itu, penyidikan juga merujuk pada Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).sinpo

Editor: Tarmizi Hamdi
Komentar: