P2P Lending Makin Populer, Pakar Ingatkan Soal Risiko dan Pentingnya Regulasi

BeritaNasional.com - Dalam beberapa tahun terakhir, industri pinjaman daring (pindar) atau peer-to-peer (P2P) lending mengalami pertumbuhan signifikan.
Layanan ini dinilai mampu membuka akses pembiayaan bagi masyarakat yang belum terlayani perbankan formal, serta menjadi alternatif investasi yang menarik bagi para lender.
Namun di tengah pertumbuhannya, ekosistem pindar juga menghadapi tantangan serius yang perlu segera ditangani melalui regulasi yang tepat.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) saat ini terus memperkuat aturan main dalam industri ini. Fokusnya tidak hanya pada perlindungan konsumen, tetapi juga pada keberlanjutan model bisnis, termasuk keseimbangan manfaat antara lender dan borrower.
"Agar sistem ini berjalan optimal, diperlukan keseimbangan insentif antara kedua pihak. Suku bunga yang terjangkau dapat menarik peminjam karena menawarkan cicilan yang terukur, namun bunga juga harus proporsional untuk mencerminkan risiko kredit agar lender memperoleh imbal hasil yang layak," jelas Rani Septyarini, Peneliti Ekonomi Digital dari CELIOS, dikutip dalam keterangannya, Selasa (12/8/2025).
Ia menambahkan, suku bunga yang ditetapkan juga harus mempertimbangkan kelangsungan platform. Jika terlalu rendah, bukan hanya investor yang merugi, tapi juga bisa berdampak pada ketersediaan dana untuk peminjam di masa depan. Hal ini dapat membuka celah kembalinya praktik pinjaman online ilegal (pinjol).
“Jika bunga terlalu rendah, bukan hanya keuntungan lender yang tergerus, tetapi juga kelangsungan platform terancam, yang pada akhirnya berdampak pada penurunan likuiditas dan terbatasnya akses kredit bagi masyarakat,” ujarnya lebih lanjut.
Akses Mudah Jadi Daya Tarik Borrower
Sementara itu, Nailul Huda, Direktur Ekonomi Digital CELIOS, menyebut bahwa pindar menjadi solusi nyata bagi masyarakat dan UMKM yang sulit mengakses kredit perbankan. Dengan prosedur yang lebih sederhana dan berbasis aplikasi, layanan ini menawarkan kemudahan yang sebelumnya hanya bisa diperoleh lewat pinjaman antar kerabat.
"Banyak pelaku UMKM dan masyarakat umum kesulitan mendapatkan pembiayaan karena prosedur perbankan yang rumit dan kebutuhan agunan. Pindar hadir dengan proses yang cepat, tanpa perlu jaminan, dan berbasis aplikasi, sehingga lebih mudah dijangkau," terang Huda.
Dari sisi pemberi pinjaman, platform pindar juga menjanjikan imbal hasil kompetitif.
"Tingkat pengembalian investasi di platform pindar bisa mencapai 15–20 persen per tahun, jauh lebih menarik dibandingkan rata-rata suku bunga deposito," tambahnya.
Namun, Huda mengingatkan bahwa potensi keuntungan tinggi juga berarti risiko yang lebih besar. Karena itu, ia mendorong peningkatan transparansi dan pengawasan demi menjaga kepercayaan publik terhadap platform.
Dyah Ayu, Peneliti Ekonomi CELIOS, juga turut menyoroti pentingnya regulasi bunga pinjaman yang adil dan berbasis risiko. Ia menilai, pendekatan ini tak hanya penting bagi perlindungan konsumen, tapi juga agar platform tetap atraktif bagi investor.
“Diharapkan adanya penetapan suku bunga berbasiskan risiko yang adil bagi lender dan borrower, serta memastikan kepastian dan transparansi suku bunga bagi platform melalui evaluasi berkala,” katanya.
Dyah juga menekankan pentingnya langkah komprehensif pemerintah dalam menertibkan ekosistem pindar. Salah satunya dengan memperkuat peran Pokja Pinjaman Daring dalam memberantas pinjol ilegal, menangani kasus gagal bayar (galbay), serta mengatasi modus joki galbay yang marak di media sosial.
“Dengan demikian, industri pindar dapat tumbuh sehat, lender percaya, platform berinovasi, dan borrower terhindar dari praktik pinjaman yang merugikan,” tambah Dyah.
Di luar regulasi teknis, peningkatan literasi keuangan masyarakat juga dinilai sangat krusial. Edukasi menyeluruh mengenai hak dan kewajiban peminjam dapat membantu menghindari jebakan utang berlebihan dan praktik curang oleh oknum tak bertanggung jawab.
"Peningkatan literasi keuangan menjadi kunci agar konsumen dapat membuat keputusan finansial yang lebih baik dan mengurangi risiko terjebak dalam utang yang berlebihan," ujar Dyah.
PERISTIWA | 2 hari yang lalu
PERISTIWA | 2 hari yang lalu
OLAHRAGA | 2 hari yang lalu
PERISTIWA | 2 hari yang lalu
POLITIK | 2 hari yang lalu
POLITIK | 1 hari yang lalu
HUKUM | 14 jam yang lalu
OLAHRAGA | 17 jam yang lalu
HUKUM | 2 hari yang lalu
EKBIS | 2 hari yang lalu