Waspadai Kebiasaan Curhat dengan AI, Psikolog Ungkap Dampak Negatifnya

Oleh: Kiswondari
Selasa, 14 Oktober 2025 | 19:00 WIB
Waspadai kebiasaan curhat dengan AI, Psikolog ungkap dampak negatifnya-Ilustrasi. (Foto/Freepik)
Waspadai kebiasaan curhat dengan AI, Psikolog ungkap dampak negatifnya-Ilustrasi. (Foto/Freepik)

BeritaNasional.com - Psikolog mengingatkan perlunya mewaspadai penggunaan perangkat kecerdasan buatan atau AI (Artificial Intelligent) dalam mencari dukungan emosional atau curhat. Bahkan, ada dampak negatif yang bisa muncul jika terlalu ketergantungan curhat dengan AI.

Hal ini disampaikan Psikolog Klinis lulusan Universitas Indonesia Phoebe Ramadina. Menurutnya, mencari dukungan emosional dari AI memang bisa memberi efek jangka pendek yang menenangkan, namun interaksi itu bisa mengarah menjadi suatu bentuk ketergantungan dan membuat tidak berminat berinteraksi dengan manusia lain.

“Misalnya ketika merasa lebih nyaman berbicara dengan AI dibandingkan dengan orang terdekat di dunia nyata, menganggap AI sebagai sosok pengganti orang terdekat seperti pasangan, teman, dan merasa gelisah atau cemas ketika tidak bisa berinteraksi dengan AI,” kata Phoebe kepada ANTARA, yang dikutip Beritanasional.com di Jakarta, Selasa (14/10/2025).

Phoebe menjelaskan bahwa AI dapat menimbulkan beberapa dampak negatif jangka panjang jika dilakukan secara terus-menerus dan dijadikan satu-satunya cara untuk mencari dukungan emosional.

Dampaknya, lanjut Phoebe, seperti kurang terlatihnya kemampuan sosial emosional untuk berinteraksi dengan orang lain sehingga menjadi lebih canggung ketika berinteraksi.

“Memiliki ekspektasi yang tidak realistis ketika berinteraksi karena terbiasa mendapat respons yang sesuai harapan dari AI, serta meningkatkan rasa kesepian karena teralienasi dari interaksi sosial di dunia nyata,” terang Phoebe.

Phoebe melihat, bagi sebagian orang, membuka diri pada orang lain memang bisa menjadi hal yang menyeramkan. Namun, kebiasaan itu bisa dimulai dari hal-hal kecil.

Phoebe mencontohkan, bisa mulai dengan orang terdekat yang bisa memberi rasa aman dan nyaman, seperti membuka obrolan secara bertahap dengan bercerita hal-hal yang ringan terlebih dahulu.

Kemudian, sambung dia, bisa mencoba bergabung ke komunitas yang memiliki minat yang sama, misalnya, menyukai band atau hobi tertentu agar bisa menjalin interaksi yang hangat sesuai dengan hal yang disukai.

“Hal lain yang bisa dilakukan adalah mencari dukungan profesional dari psikolog yang akan memberikan ruang aman untuk mengekspresikan emosi dan mendiskusikan masalah,” saran psikolog yang berpraktik di lembaga konsultasi psikologi Personal Growth itu.

Sumber: Antara
 sinpo

Editor: Kiswondari
Komentar: