Polri Hadapi Krisis Kepercayaan, Wakapolri Dedi Prasetyo Tekankan Reformasi Kelembagaan

BeritaNasional.com - Wakapolri Komjen Dedi Prasetyo mengakui pasca tragedi akhir Agustus di mana terjadi demonstrasi ricuh memakan korban jiwa, publik telah semakin sadar tentang akuntabilitas lembaga penegak hukum.
Hal itu disampaikan Dedi saat membuka Seminar Internasional bertema 'Optimalisasi Peran Polisi dan Masyarakat dalam Pencegahan Kejahatan Guna Terciptanya Keamanan Lingkungan dan Peningkatan Produktivitas Masyarakat Menuju Ketahanan Pangan Nasional'.
"Pasca peristiwa 'Agustus Kelabu', masyarakat menunjukkan keberanian lebih tinggi dalam menyampaikan kritik dan aspirasi, menandakan meningkatnya kesadaran publik terhadap akuntabilitas lembaga penegak hukum,” kata Dedi dalam keteranganya dikutip Kamis (23/10/2025).
“Tuntutan publik terhadap reformasi Polri menjadi bagian dari gerakan nasional yang menekankan transparansi, empati, dan reformasi kelembagaan sebagai pondasi pemulihan kepercayaan masyarakat," sambungnya.
Dedi menuturkan aksi massa lainnya di awal September semakin memperlihatkan krisis legitimasi Polri. Sehingga muncul desakan reformasi atas krisis legitimasi yang terjadi karena sejumlah faktor.
"Deretan peristiwa unjuk rasa besar di berbagai wilayah pada Agustus– September memperlihatkan puncak krisis legitimasi Polri yang menegaskan kebutuhan mendesak akan reformasi struktural dan kultural,” ujarnya.
Dedi tidak menampik jika Korps Bhayangkara ternyata mengalami banyak masalah yang masih harus dibenahi. Sebagaimana sorotan dari publik terhadap permasalahan yang kerap dilakukan terjadi di tubuh kepolisian.
“Permasalahan internal yang diidentifikasi meliputi lemahnya pengawasan, rendahnya akuntabilitas penegakan hukum, maraknya penyalahgunaan wewenang, serta budaya impunitas yang menggerus kepercayaan publik," jelas Dedi.
Maka dari itu, Dedi menegaskan jika Polri telah mengundang diskusi para tokoh perwakilan masyarakat sipil dan pakar untuk bersama-sama melakukan perubahan reformasi Polri.
"Kajian dari koalisi masyarakat sipil menemukan 130 persoalan yang terhimpun dalam 12 isu utama, mulai dari pengawasan hukum, tata kelola SDM, hingga orientasi pelayanan publik yang masih bersifat administratif," sambung dia.
Sehingga, Dedi menekankan kebutuhan Polri yang saat ini harus terwujud adalah perbaikan profesionalisme dan akuntabilitas. Termasuk penguatan pengawasan eksternal serta menekan perilaku represif.
"Evaluasi nasional menempatkan Polri di posisi yang membutuhkan perbaikan signifikan dalam hal profesionalisme dan akuntabilitas, dengan rekomendasi utama memperkuat pengawasan eksternal dan menurunkan pendekatan represif,” tuturnya.
“Pembelajaran dari praktik kepolisian global menunjukkan pentingnya pemanfaatan teknologi seperti body-worn camera, CCTV, dan integrasi sistem digital untuk memastikan transparansi serta perlindungan terhadap hak asasi manusia," sambungnya.
Sebagai penutup, Dedi turut mengutip ucapan tokoh kepolisian Inggris, Sir Robert Peel.
"The police are the public, and the public are the police, efektivitas kepolisian ditentukan oleh sedikitnya kejahatan dan besarnya kepercayaan rakyat," tukasnya.
HUKUM | 2 hari yang lalu
HUKUM | 2 hari yang lalu
HUKUM | 2 hari yang lalu
HUKUM | 2 hari yang lalu
HUKUM | 1 hari yang lalu
OLAHRAGA | 1 hari yang lalu
OLAHRAGA | 16 jam yang lalu
GAYA HIDUP | 1 hari yang lalu
EKBIS | 6 jam yang lalu
HUKUM | 1 hari yang lalu