Dugaan Korupsi Whoosh, PKS: Momentum Berantas Korupsi Era Pemerintahan Prabowo

Oleh: Sri Utami Setia Ningrum
Rabu, 29 Oktober 2025 | 12:45 WIB
Ketua DPP PKS BIdang Ekonomi, Keuangan dan Industri Handi Risza. (BeritaNasional/istimewa)
Ketua DPP PKS BIdang Ekonomi, Keuangan dan Industri Handi Risza. (BeritaNasional/istimewa)

BeritaNasional.com -  Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri Handi Risza menilai, langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penyelidikan terhadap dugaan penggelembungan anggaran/mark up proyek kereta cepat/ Whoosh patut mendapat apresiasi dan dukungan luas dari publik.

"Ini adalah momentum yang paling tepat bagi KPK untuk memulai pengusutan adanya indikasi mark-up proyek besar yang merugikan keuangan negara," kata Handi di kantor DPP PKS Jakarta Selatan, Rabu (29/10/25).

"Apalagi langkah ini sejalan dengan kebijakan Presiden Prabowo untuk tidak memberikan ruang sedikitpun bagi koruptor yang sudah mencuri uang rakyat," imbuhnya.

Menurut Ekonom Paramadina ini dugaan mark-up proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) tidak bisa dilepaskan dari proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh pemerintah pada saat itu.

"Proyek KCJB yang semula akan menggandeng Jepang sebagai mitra, kemudian diarahkan ke China. Bahkan Jepang sudah menyelelesaikan studi kelayakan (visibilities study) lebih awal dibandingkan China," ungkapnya.

Pada tahap awal, China melontarkan penawaran US$5,5 miliar. Kemudian naik menjadi US$6,02 miliar, mendekati penawaran Jepang sebesar US$6,2 miliar. 

Pada akhirnya proyek KCJB dibangun dan didanai oleh China dengan biaya total sekitar $7,27 miliar. 

"Penawaran Jepang kemudian digugurkan karena minta jaminan APBN. Sedangkan China menjanjikan skema business-to-business (b to b). Padahal jika dihitung total biaya secara keseluruhan tawaran Jepang jauh lebih murah dibandingkan China," ujar Handi.

Politisi PKS ini mengungkap China ditunjuk untuk menggarap proyek KCJB pada 2016, dengan kesepakatan tidak membebani APBN. 

"Namun, janji itu hanya bertahan 5 tahun, di masa Pemerintahan Jokowi mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Perpres 107/2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana KCJB," paparnya. 

Menurut peneliti kebijakan publik ini dalam pasal 4 ayat 2 Perpres 93/2021 mengatur bahwa pendanaan lainnya seperti diatur ayat 1 huruf c, dapat berupa pembiayaan dari APBN dalam rangka menjaga keberlanjutan pelaksanaan proyek strategis nasional (proyek KCJB) dengan memperhatikan kapasitas dan kesinambungan fiskal. 

"Di mana pembiayaan yang berasal dari APBN dilakukan dengan penyertaan modal negara (PMN) kepada pimpinan konsorsium, dan penjaminan kewajiban pimpinan konsorsium," katanya.

Handi menjelaskan untuk menindaklanjuti Perpres tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani meneken Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 89 Tahun 2023 tentang Pelaksanaan Pemberian Penjaminan Pemerintah untuk Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana KCJB.

Dugaan mark-up atau korupsi terhadap KCJB kemudian mengemuka setelah Mantan Menko Polhukam Mahfud MD mengungkapkan, biaya per kilometer kereta Whoosh di Indonesia mencapai 52 juta dollar AS, atau jauh lebih tinggi dari perhitungan di China yang hanya sekitar 17-18 juta dollar AS. Setelah sebelumnya, Anthony Budiawan Managing Editor PEPS (Political Economy and Policy Studies), menyatakan bahwa, dugaan kuat adanya dugaan penggelembungan biaya alias mark-up dari proyek KCJB berkisar 20-60 persen.

PKS mendukung penuh dan sejalan dengan Kebijakan Presiden Prabowo untuk memberantas korupsi dan mengambil tindakan tegas kepada para Koruptor yang sudah merugikan keuangan negara dan kepentingan publik.
 
"PKS memberikan dukungan kuat terhadap langkah Komisi Pemberantasan Korupsi untuk melakukan penyelidikan terhadap dugaan penggelembungan anggaran atau mark-up proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB)," tukasnya. sinpo

Editor: Sri Utami Setia Ningrum
Komentar: