Jawab Mahfud soal Mahkamah Kalkulator, Yusril: Aturan Bisa Berubah, Seiring Jalannya Waktu!

Oleh: Lydia Fransisca
Kamis, 28 Maret 2024 | 09:20 WIB
Ketua Tim Pembela Prabowo-Gibran, Yusril Ihza Mahendra (tengah). (Indonesiaglobe/Lydia)
Ketua Tim Pembela Prabowo-Gibran, Yusril Ihza Mahendra (tengah). (Indonesiaglobe/Lydia)

Indonesiaglobe.id -  Ketua Tim Pembela Prabowo-Gibran, Yusril Ihza Mahendra memberi klarifikasi terkait pernyataan Mahfud MD yang menyebut Mahkamah Kalkulator dalam sidang perdana perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) pada Rabu (27/3/2024) kemarin.

Mulanya, Mahfud MD menyebut nama Yusril saat membacakan pokok permohonan PHPU. Mahfud mengatakan, Yusril merupakan mahaguru hukum tata negara yang menyatakan bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) dapat menilai proses Pemilu dari sisi yang berbeda.

"Mahaguru hukum tata negara, Profesor Yusril Ihza Mahendra saat ikut menjadi ahli pada sengketa hasil Pemilu 2014 dan bersaksi di MK pada tanggal 15 Juli mengatakan bahwa penilaian atas proses Pemilu yang bukan hanya pada angka harus dilakukan oleh MK," ucap Mahfud.

Mahfud pun mengapresiasi pernyataan Yusril tersebut karena pandangan tersebut semakin berkembang sampai saat ini.

"Pandangan ini bukan pandangan lama melainkan pandangan yang selalu baru yang justru terus berkembang sampai sekarang. Menjadikan MK hanya sekadar Mahkamah Kalkulator, menurut Pak Yusril, adalah justru merupakan pandangan lama yang sudah diperbarui sekarang," ujar Mahfud.

Menanggapi itu, Yusril menyebut bahwa pernyataannya itu merupakan pendapat lama dan bisa berubah seiring berjalannya waktu.

"Bukan berarti saya inkonsisten dengan pendapat saya tahun 2014 itu. Tahun 2014 saya dihadirkan sebagau ahli dalam persidangan Mahkamah Konstitusi dalam sengketa Pilpres pada waktu itu," kata Yusril.

"Saya mengatakan, Mahkamah Konstitusi semestinya tidak hanya menjadi Mahkamah Kalkulator tapi Mahkamah Konstitusi dapat memeriksa substansi penyelenggaraan Pemilu bahkan dapat membatalkan hasil Pemilu," tambahnya.

Yusril menjelaskan, pendapatnya itu ia ucapkan ketika belum ada aturan yang membagi kewenangan penanganan sengketa Pemilu.

Kini, jika terdapat pidana dalam Pemilu, dugaan tersebut bisa dikirimkan ke Sentra Penegakkan Hukum Terpadu (Gakkumdu). Jika dugaan pelanggaran terjadi secara administratif, laporan bisa diajukan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

"Bahkan Pengadilan Tinggi pun bahkan bisa maju ke Mahkamah Agung. Jadi apakah saya mencla-mencle atau orang memang sengaja memberi gambaran seolah-olah saya tidak mengerti persoalan ini. Saya sangat mengerti persoalan ini," jelas Yusril.

Maka dari itu, ia menegaskan bahwa pendapatnya itu dapat terus berubah mengikuti situasi, kondisi, dan perkembangan hukum di Indonesia.

"Jadi pendapat 2014 itu pasti akan berubah setelah 2017 karena adanya UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu yang membagi kewenangan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang muncul dalam penyelenggaraan Pemilu," tandasnya.

 sinpo

Editor: Harits Tryan Akhmad
Komentar: