DKI Jakarta Terima 149 Aduan soal THR
BeritaNasional.com - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta hingga saat ini telah menerima sedikitnya 149 aduan terkait tunjangan hari raya (THR) dari pekerja di kawasan ini mulai dari terlambat hingga tidak dibayar sama sekali.
"Sudah ada 149 aduan dari para pekerja di DKI Jakarta yang mengadukan perusahaan mereka terkait pembayaran THR," kata Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi (Disnakertransgi) DKI Jakarta Hari Nugroho saat dihubungi di Jakarta, Selasa (9/4/2024).
Ia menjelaskan, mereka melaporkan perusahaan ke posko-posko aduan THR yang didirikan Disnakertransgi DKI Jakarta di setiap kota administrasi dan Kepulauan Seribu.
Dikutip dari Antara, aduannya beragam mulai dari pekerja yang terlambat menerima THR hingga perusahaan yang tidak memberikan THR ke pekerjanya.
Ia merinci, jumlah aduan terkait THR yang tidak dibayarkan ada 80 aduan, lalu THR yang tidak sesuai ketentuan ada 46 aduan, sedangkan THR terlambat ada 23 aduan.
Adapun perusahaan yang tak membayar THR kepada karyawan paling banyak terjadi di wilayah Jakarta Selatan dengan 56 aduan yang terdiri dari 38 aduan THR tidak dibayarkan, 8 aduan THR tidak sesuai ketentuan, 10 aduan THR terlambat dibayar.
Lalu wilayah terbanyak kedua yakni Jakarta Pusat sebanyak 51 aduan, Jakarta Utara 16 aduan, Jakarta Barat 15 aduan, Jakarta Timur 10 aduan dan Kepulauan Seribu satu aduan.
Untuk kategori THR yang tidak dibayarkan, kata Hari, dari 80 aduan itu 38 dari Jakarta Selatan, 19 Jakarta Pusat, 10 Jakarta Utara, tujuh Jakarta Barat, lima Jakarta Timur dan satu Kepulauan Seribu.
Lalu, THR tidak sesuai ketentuan sebanyak 46 aduan yakni 28 dari Jakarta Pusat, delapan Jakarta Selatan, enam Jakarta Barat, tiga Jakarta Utara dan satu Jakarta Timur.
Sedangkan THR terlambat dibayar, sebanyak 23 aduan yakni 10 dari Jakarta Pusat, empat Jakarta Pusat dan Jakarta Timur, tiga Jakarta Utara dan dua Jakarta Barat.
Hari menyebut, dari aduan tersebut ada beberapa alasan perusahaan yang tidak membayar THR kepada para pekerjanya.
"Ada beberapa alasan. Biasanya, perusahaan pailit, kesulitan keuangan dan pengurangan pegawai," ujar Hari.
5 bulan yang lalu
DUNIA | 1 hari yang lalu
GAYA HIDUP | 1 hari yang lalu
HUKUM | 1 hari yang lalu
POLITIK | 1 hari yang lalu
OLAHRAGA | 2 hari yang lalu
EKBIS | 2 hari yang lalu
OLAHRAGA | 2 hari yang lalu
OLAHRAGA | 1 hari yang lalu
HUKUM | 1 hari yang lalu
PERISTIWA | 1 hari yang lalu