Ragi Roti Dapat Disulap Jadi Plastik Biodegradable, Diklaim Paling Ramah Lingkungan

Oleh: Tarmizi Hamdi
Rabu, 19 Juni 2024 | 13:00 WIB
Ilustrasi plastik biodegradable. (Foto/Greenpeace)
Ilustrasi plastik biodegradable. (Foto/Greenpeace)

BeritaNasional.com - Ragi roti ternyata berpotensi menjadi salah satu bahan pembuatan plastik biodegradable yang diklaim lebih ramah lingkungan. 

Kabar ini tentu membawa angin segar di tengah isu bahwa plastik biodegradable tidak membawa solusi. 

Ada pula laporan berjudul “Biodegradable Plastics and Marine Litter. Misconceptions, Concerns and Impacts on Marine Environment” yang dirilis oleh UN Environment pada 2015 menyimpulkan bahwa plastik biodegradable bukan jawaban yang tepat dalam mengurangi pencemaran di lautan. 

Plastik jenis ini hanya bisa hancur secara sempurna dalam kondisi lingkungan yang seringkali hanya ditemukan pada industrial composter (seperti pada suhu di atas 50°C) dan bukan alam bebas.

Namun, peneliti Pusat Riset Rekayasa Genetika Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Radityo Pangestu memiliki solusi menciptakan plastik yang lebih ramah lingkungan. Yaitu, merekayasa metabolisme ragi untuk memproduksi plastik biodegradable berbasis asam polilaktat (PLA).

Menurut dia, saat ini, plastik di industri masih diproduksi melalui proses gabungan antara fermentasi dan sintesis kimia menggunakan bahan baku berbasis fosil.

Untuk menciptakan industri plastik yang berkelanjutan, diperlukan transisi ke komoditas plastik 3Bio, yakni plastik yang biodegradable berbahan baku berbasis bio 

Contohnya, bahan dari limbah pertanian dan industri sehingga diproduksi melalui teknik bioproses dengan menggunakan bantuan mikroba.

“Inilah yang menjadi fokus penelitian kami, yakni menemukan metode untuk mensintesis plastik biodegradable dari bio-based raw material dengan teknologi bioproses hemat energi dan minim limbah, melalui bantuan mikroorganisme,” papar Radityo yang dikutip dari laman BRIN pada Rabu (19/6).

Menurut doktor lulusan Kobe University Jepang pada 2024 tersebut, ragi roti ternyata menyimpan potensi menghasilkan plastik biodegradable melalui rekayasa genetika.

“Material plastik yang tergolong biodegradable ada dua, yaitu polihidroksi alkanoat (PHA), yang saat ini telah dapat disintesis secara optimal oleh mikroorganisme, dan asam polilaktat (PLA), yang masuk kategori semi-sintesis,” ungkapnya.

PLA menjadi fokus penelitian untuk dapat diproduksi secara keseluruhan oleh mikroorganisme tanpa melibatkan proses sintesis kimia.

Dia menambahkan PLA telah banyak diaplikasikan untuk berbagai jenis produk, termasuk alat-alat medis, karena tidak berbahaya bagi tubuh. 

Contoh dari produk berbasis PLA adalah tissue scaffold, masker, serat fiber, dan popok.

Dengan metode one-step production ini, Radityo meyakini dapat mengonversi bahan baku limbah industri berbasis lignoselulosa menjadi PLA dengan cara memasukkan beberapa gen bakteri ke dalam genom ragi. Di antaranya gen propionat CoA-transferase dan polimerase.

 “Jika dilihat, proses dari metode ini jauh lebih singkat dalam mengubah bahan baku menjadi polimer target hanya dalam satu tahap fermentasi pada suhu ruangan,’’ ucapnya.

Tentunya lebih efisien dibandingkan reaksi polimerisasi biasa yang membutuhkan suhu di atas 100 derajat celsius dan melibatkan penggunaan katalis logam yang berbahaya bagi lingkungan.

Menurut dia, teknik produksi PLA secara in vivo masih kurang dieksplorasi dibandingkan PHA. Riset-riset yang ada pun masih sangat terfokus pada sistem bakteri. 

“Melalui riset ini, kami telah berhasil mendesain metabolisme ragi agar dapat memproduksi monomer asam L-laktat maupun polimer targetnya (PLLA),” ungkapnya.

Radityo meyakini, teknik ini dapat menciptakan keberlanjutan di industri plastik, karena memiliki potensi untuk dapat memproduksi bioplastik yang bukan berasal dari bahan baku berbasis fosil melalui teknologi produksi ramah lingkungan.

“Metode ini masih belum banyak dikaji, karena publikasi yang membahasnya masih sedikit. Publikasi pertama yang membahas metode ini terbit 2008 dan setelah itu tidak terlalu banyak dikaji hingga saat ini,” terangnya.sinpo

Editor: Tarmizi Hamdi
Komentar: