Kominfo Tanggapi Dugaan Kebocoran Data DJP, Singgung Ketentuan Hukuman di UU PDP

Oleh: Tim Redaksi
Sabtu, 21 September 2024 | 16:39 WIB
Ilustrasi kejahatan siber. (BeritaNasional/Freepik)
Ilustrasi kejahatan siber. (BeritaNasional/Freepik)

BeritaNasional.com -  Dugaan kebocoran data pribadi yang melibatkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan telah menarik perhatian masyarakat.

Menanggapi hal ini, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) melalui Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik, Prabu Revolusi, memberikan pernyataan resmi yang menjelaskan langkah-langkah yang diambil untuk menyelidiki masalah ini.

Prabu menekankan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP PSTE), Kementerian Kominfo telah mengirimkan surat permintaan klarifikasi kepada DJP pada tanggal 18 September 2024.

"Surat tersebut bertujuan untuk mendapatkan penjelasan terkait dugaan kebocoran data pribadi yang belakangan ini beredar di masyarakat," jelas Prabu, seperti dikutip dalam keteranganya, Sabtu (21/9/2024).

Kominfo pun terus melakukan koordinasi untuk mengungkap insiden kebocoran data tersebut bersama Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), DJP, serta Kepolisian Republik Indonesia.

"Kerja sama ini diharapkan dapat mengungkap kebenaran di balik dugaan kebocoran data tersebut," tegasnya.

Lebih lanjut Prabu pun menekankan taji Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) memiliki ketentuan pidana yang jelas. Yang dimana setiap individu yang dengan sengaja dan melawan hukum mengungkapkan data pribadi orang lain dapat dikenakan sanksi pidana penjara hingga 4 tahun dan/atau denda maksimal R p4 miliar.

"Jika seseorang menggunakan data pribadi tanpa izin, sanksi yang dijatuhkan bisa mencapai penjara 5 tahun dan/atau denda hingga Rp 5 miliar. Penegakan hukum terkait pelanggaran ini akan dilakukan oleh aparat penegak hukum sesuai dengan ketentuan yang berlaku, tandasnya.

Klaim Tidak Ada Kebocoran Data

Selain itu, DJP Kementerian Keuangan disebut tengah menyelidiki dugaan kebocoran data NPWP yang melibatkan sejumlah tokoh penting dan kabarnya dijual.

Setelah dilakukan analisis, DJP menyatakan tidak ada bukti yang menunjukkan kebocoran data tersebut.

"Dari penelitian yang kami lakukan, data log akses selama enam tahun terakhir menunjukkan tidak ada indikasi kebocoran data langsung dari sistem informasi DJP," ungkap Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, dalam pernyataan resmi, belum lama ini.

Dwi menambahkan bahwa informasi yang beredar tidak terkait dengan struktur data yang berkaitan dengan hak dan kewajiban perpajakan Wajib Pajak.

"Untuk menanggapi dugaan kebocoran ini, DJP telah bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika, Badan Siber dan Sandi Negara, serta Kepolisian Republik Indonesia untuk menindaklanjuti sesuai peraturan yang ada," jelasnya.

Sebagai catatan, dugaan kebocoran data NPWP muncul setelah pendiri Ethical Hacker Indonesia, Teguh Aprianto, membagikan tangkapan layar dari situs Breach Forums.

Melalui akun X @secgron, Teguh menyebutkan bahwa sekitar 6 juta data NPWP dijual oleh akun bernama Bjorka pada 18 September 2024.

Selain NPWP, data lain yang terlibat termasuk Nomor Induk Kependudukan (NIK), alamat, nomor telepon, email, dan informasi lainnya. Seluruh data tersebut dikabarkan dijual seharga Rp 150 juta.

Dalam unggahannya, Teguh juga menyebutkan bahwa data yang bocor mencakup informasi milik Presiden Joko Widodo (Jokowi), serta putranya, Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep.sinpo

Editor: Imantoko Kurniadi
Komentar: