Bagaimana Pekerja Indonesia Menghadapi Tantangan Karier?
BeritaNasional.com - Mencari pekerjaan yang tepat sering kali diibaratkan dengan mencari pasangan hidup. Survei SEEK menemukan bahwa lebih dari 60% pekerja Indonesia (62%) merasa bahwa menemukan pekerjaan yang cocok sama sulitnya dengan menemukan pasangan hidup yang tepat.
Sebanyak 25% merasa bahwa mencari pekerjaan lebih menantang dibandingkan dengan mencari jodoh, sementara hanya 14% yang merasa sebaliknya.
Hasil yang serupa ditemukan di negara lain, meskipun dengan proporsi yang berbeda. Di Hong Kong, misalnya, 43% pekerja merasa lebih sulit mencari pekerjaan yang tepat dibandingkan dengan yang merasa kesulitan mencari pasangan (26%).
Lebih lanjut, survei ini menunjukkan bahwa waktu yang dihabiskan untuk mencari pekerjaan dan mencari pasangan melalui aplikasi juga cenderung seimbang.
Sebanyak 37% pekerja menghabiskan lebih banyak waktu di aplikasi pencari kerja daripada di aplikasi kencan, sementara 11% lebih sering menggunakan aplikasi kencan. Sisanya (48%) melaporkan waktu yang sama untuk kedua jenis aplikasi tersebut.
Kepuasan Kerja Pekerja Indonesia: Mayoritas Merasa Puas
Menurut survei, hampir 6 dari 10 pekerja Indonesia (59%) melaporkan tingkat kepuasan yang tinggi terhadap pekerjaan mereka saat ini. Angka ini cukup tinggi dibandingkan dengan rata-rata negara Asia Tenggara, yang berada di angka 57%.
Filipina dan Hong Kong menunjukkan tingkat kepuasan yang lebih tinggi, dengan masing-masing 66% dan 72% pekerja yang puas dengan pekerjaan mereka. Sebaliknya, hanya 38% pekerja di Singapura dan 48% di Thailand yang merasa puas dengan pekerjaan mereka.
Namun, faktor terbesar yang memengaruhi ketidakpuasan pekerja Indonesia adalah ketidakcocokan antara harapan terhadap gaji dan kompensasi dengan kenyataan yang diterima (46%). Selain itu, kurangnya kesempatan untuk mengembangkan karir menjadi faktor ketidakpuasan kedua yang signifikan (33%).
Kesesuaian Pekerjaan dengan Keterampilan dan Aspirasi
Hampir 1 dari 5 pekerja Indonesia (19%) merasa bahwa pekerjaan mereka sepenuhnya atau sangat sesuai dengan keterampilan dan aspirasi karier mereka.
Namun, sentimen ini jauh lebih rendah di kalangan pekerja dengan penghasilan rendah (9%), sementara hampir setengahnya (49%) pekerja dengan penghasilan lebih tinggi merasa pekerjaan mereka sangat sesuai dengan kemampuan dan tujuan karier mereka.
Selain itu, survei ini juga mengungkapkan bahwa 57% pekerja Indonesia merasa lebih sulit untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan keterampilan dan aspirasi mereka dibandingkan dengan pencarian kerja pertama mereka.
Namun, meskipun tantangan ini ada, 83% pekerja Indonesia terbuka untuk melakukan perubahan karier yang besar atau berspesialisasi dalam bidang baru, yang menunjukkan pentingnya upskilling dan reskilling untuk memperluas peluang karier.
Survei ini juga menemukan bahwa lebih dari 60% pekerja Indonesia (61%) bersedia tetap di pekerjaan yang sudah terlampaui selama lebih dari setahun sebelum aktif mencari peluang baru.
Namun, kesediaan ini bervariasi menurut kelompok usia. Hanya 44% pekerja berusia 18-24 tahun yang bersedia tinggal lebih dari setahun di posisi yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan karier mereka, sementara 31% pekerja berusia 35-54 tahun bersedia bertahan lebih lama, hingga lebih dari 5 tahun.
Penemuan ini menunjukkan bahwa generasi Z memiliki kecenderungan untuk lebih cepat beralih atau mengeksplorasi jenjang karier mereka dibandingkan dengan generasi Milenial dan X.
Isu Bias dan Diskriminasi dalam Proses Rekrutmen
Sebanyak 24% pekerja Indonesia percaya bahwa bias atau diskriminasi dalam proses perekrutan menghambat kesempatan mereka untuk mendapatkan pekerjaan yang tepat.
Ini lebih dirasakan oleh pekerja muda, terutama mereka yang berusia 18-24 tahun, dengan 27% yang merasa bahwa bias dan diskriminasi menghalangi mereka. Selain itu, 14% pekerja Indonesia merasa hambatan budaya atau diskriminasi menjadi penghalang mereka dalam mencari peluang kerja baru.
Masalah besar lainnya yang dihadapi pekerja Indonesia dalam mencari pekerjaan adalah kurangnya akses ke informasi lowongan kerja yang relevan (37%) dan proses melamar pekerjaan yang rumit (35%).
Survei juga mencatat bahwa kesan negatif selama wawancara, seperti pertanyaan diskriminatif (54%), serta pengalaman proses rekrutmen yang lambat (38%), menjadi alasan utama penolakan tawaran pekerjaan.
5 bulan yang lalu
GAYA HIDUP | 2 hari yang lalu
OLAHRAGA | 2 hari yang lalu
GAYA HIDUP | 14 jam yang lalu
OLAHRAGA | 2 hari yang lalu
PERISTIWA | 2 hari yang lalu
OLAHRAGA | 1 hari yang lalu
PERISTIWA | 1 hari yang lalu
HUKUM | 15 jam yang lalu
OLAHRAGA | 16 jam yang lalu
OLAHRAGA | 1 hari yang lalu