Stock to Flow Bitcoin: Benarkah Bisa Prediksi Harga di Masa Depan?

Oleh: Tim Redaksi
Senin, 18 Agustus 2025 | 06:47 WIB
Ilustrasi bitcoin. (Foto/doc. Pintu)
Ilustrasi bitcoin. (Foto/doc. Pintu)

BeritaNasional.com -  Model Stock to Flow (S2F), yang awalnya dikembangkan untuk menilai kelangkaan logam mulia seperti emas dan perak, kini mulai menarik perhatian investor aset digital, khususnya Bitcoin.

Popularitas model ini meroket karena dianggap mampu menggambarkan seberapa langka suatu aset, yang dalam konteks Bitcoin, dianggap sebagai faktor penentu nilai jangka panjang.

Seperti dikutip dari Pintu Academy,  S2F menjadi salah satu alat analisis yang digunakan untuk memahami nilai fundamental Bitcoin melalui pendekatan kelangkaan. Model ini menunjukkan bahwa kelangkaan Bitcoin bahkan bisa melampaui emas, terutama setelah peristiwa halving yang terjadi setiap empat tahun sekali.

Bitcoin Semakin Langka: Apa Kata Angka?

Untuk memberikan gambaran, rasio Stock-to-Flow Bitcoin sempat mencapai angka 50 pada tahun 2020, naik signifikan dari 25 di tahun 2017.

Proyeksi ke depan menyebutkan angka ini bisa menyentuh 121 pada 2024 jauh lebih tinggi dibandingkan dengan emas yang memiliki rasio sekitar 59.

Angka tersebut mencerminkan betapa lamanya waktu yang dibutuhkan untuk "menghasilkan" jumlah aset baru setara dengan total yang sudah beredar di pasar.

Dengan mekanisme seperti Bitcoin halving, di mana jumlah koin baru yang ditambang dipotong setengah setiap empat tahun, jumlah pasokan yang terbatas membuat Bitcoin dinilai semakin langka. Dari sudut pandang model S2F, kelangkaan inilah yang dianggap sebagai pendorong utama naiknya harga.

Kritik Terhadap Model Stock to Flow: Tidak Semua Tentang Kelangkaan

Meski begitu, model ini tidak lepas dari kritik. Salah satu kelemahan utamanya adalah pendekatannya yang terlalu sederhana — hanya mengandalkan kelangkaan sebagai satu-satunya variabel penentu harga.

Tim Pintu Academy menekankan bahwa harga Bitcoin dipengaruhi oleh berbagai faktor, mulai dari adopsi teknologi, regulasi global, sentimen pasar, hingga likuiditas.

Volatilitas ekstrem yang sering terjadi pada Bitcoin juga menjadi tantangan serius bagi akurasi model ini. Fluktuasi harga yang tajam membuat prediksi berbasis S2F bisa meleset jauh dalam praktiknya. Oleh karena itu, mengandalkan satu model saja dinilai tidak cukup untuk membuat keputusan investasi yang matang.

Pendekatan Lebih Luas dalam Menilai Aset Kripto

Pintu Academy merekomendasikan agar investor menggabungkan berbagai metode analisis saat menyusun strategi investasi di aset kripto. Selain model S2F, analisis teknikal dan fundamental, serta pemahaman terhadap kondisi pasar yang terus berubah, perlu menjadi bagian dari proses pengambilan keputusan.

Model Stock-to-Flow memang menawarkan perspektif unik dalam memandang nilai jangka panjang Bitcoin. Namun, penggunaannya sebaiknya disandingkan dengan pendekatan analitis lainnya agar investor bisa mengambil keputusan yang lebih informasional dan minim risiko.sinpo

Editor: Imantoko Kurniadi
Komentar:
BERITATERKINI