Balai Kota DKI Terima Pengaduan Warga Graha Cempaka Mas Terkait Konflik Pengelolaan Hunian

Oleh: Lydia Fransisca
Selasa, 19 November 2024 | 09:31 WIB
Warga Graha Cempaka Mas datangi Balai Kota DKI, minta penyelesaian konflik PPRS. (Foto/Doc. Pemprov DKI)
Warga Graha Cempaka Mas datangi Balai Kota DKI, minta penyelesaian konflik PPRS. (Foto/Doc. Pemprov DKI)

BeritaNasional.com -  Sejumlah penghuni Apartemen Graha Cempaka Mas melaporkan keluhannya ke posko pengaduan Balai Kota DKI Jakarta pada Senin (18/11/2024).

Adapun keluhan mereka adalah meminta Pemprov DKI mencabut keputusan gubernur mengenai pencabutan pengurus Perhimpunan Penghuni Rumah Susun (PPRS) Apartemen Graha Cempaka Mas.

Pengurus PPRS Apartemen Graha Cempaka Mas, Dwi Lies, mengatakan persoalan mereka sudah berlangsung sejak 2013. Kala itu, sejumlah warga menggugat eksistensi PPRS.

Pada tahun 2011, muncul Undang-Undang tentang Rumah Susun yang menyebabkan nomenklatur PPRS berubah menjadi Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS).

Karena itu, sejumlah warga mengadukan persoalan tersebut kepada Anies Baswedan yang saat itu menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Meski demikian, Anies mengeluarkan Keputusan Gubernur mengenai pencabutan Surat Keputusan (SK) penetapan PPRS Apartemen Graha Cempaka Mas.

Lies pun tak terima dengan keputusan tersebut. Mereka menggugatnya, dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) memutuskan bahwa PPRS yang dipimpin oleh Hery Wijaya adalah pengurus yang sah, sementara PPRS tandingan yang dipimpin oleh Tonny Soenanto dianggap tidak sah.

Oleh karena itu, Lies meminta Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta, Teguh Setyabudi, untuk mencabut Keputusan Gubernur yang dibuat oleh Anies Baswedan tersebut.

"Kami sudah menerima putusan kasasi dari Pengadilan Tata Usaha Negara yang inkrah dan berkekuatan tetap, yang mengharuskan Pj Gubernur untuk mencabut SK yang dikeluarkan Pak Anies Baswedan terkait pencabutan akta pendirian kami," kata Lies di Balai Kota.

Lies juga meminta agar Teguh memerintahkan Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (PRKP) untuk memfasilitasi pembentukan Panitia Musyawarah (Panmus) untuk pemilihan Ketua P3SRS.

"Hari ini kami hadir juga untuk meminta Pak Pj Gubernur memerintahkan Dinas Perumahan untuk memfasilitasi kami agar bisa menyelesaikan masalah sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku saat ini, serta memfasilitasi kami dalam membentuk panitia musyawarah atau panmus," ujar Lies.

Lebih lanjut, Lies mengungkapkan bahwa pihaknya telah mengalami kerugian hingga Rp 40 miliar. Hal ini disebabkan oleh kelompok lain yang mendirikan PPRS tandingan dan menarik Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL) dengan tarif lebih murah.

Padahal, dana yang dibayarkan oleh ratusan warga tersebut tak pernah digunakan untuk membayar IPL karena mereka tidak memiliki kewenangan.

"Sementara listrik itu atas nama satu pihak, sehingga kami, PPRS yang sah, harus menalangi pembayaran listrik untuk sekitar 200 warga yang tidak membayar kepada kami, tetapi membayar kepada mereka. Uang tersebut dibawa oleh mereka," ucap Lies.

"Selama kurang lebih sembilan tahun, kerugian yang kami alami mencapai sekitar Rp 40 miliar. Itu adalah jumlah yang sangat besar bagi warga, yang seharusnya digunakan untuk memelihara gedung dan menjaga keamanan. Kami saat ini sangat membutuhkan dana tersebut," lanjutnya.

Lies pun berharap agar Teguh memberi perhatian serius pada kasus ini dan membantu penyelesaian masalah yang dihadapi oleh warga. Ia juga berharap PPRS tandingan bertanggung jawab untuk mengganti kerugian Rp 40 miliar yang telah digunakan untuk menalangi IPL warga.

"Jadi, kami meminta kepada Pak Pj Gubernur hari ini untuk melaksanakan putusan kasasi yang sudah inkrah dan berkekuatan tetap," pungkasnya.sinpo

Editor: Imantoko Kurniadi
Komentar: