PKB Sebut Penyelenggaraan Pemilu di Indonesia Rumit

Oleh: Ahda Bayhaqi
Senin, 16 Desember 2024 | 18:37 WIB
Ilustrasi warga usai mencoblos di bilik suara. (BeritaNasional/Oke Atmaja)
Ilustrasi warga usai mencoblos di bilik suara. (BeritaNasional/Oke Atmaja)

BeritaNasional.com -  Fraksi PKB DPR mendorong sistem pemilu di Indonesia untuk dievaluasi secara menyeluruh. Evaluasi tersebut dibutuhkan karena sistem pemilihan dan politik kita cenderung berbiaya mahal. Selain itu pemilu di Indonesia memiliki tingkat kerumitan yang tinggi. 
 
"Pilkada mahal, Pileg dan Pilpres juga mahal, selain itu sistem pemilunya juga njlimet (rumit)," ungkap anggota Komisi II Fraksi PKB DPR RI Indrajaya dalam keterangannya, Senin (16/12/2024).

Secara regulasi, penyelenggaraan pemilu mengalami kerumitan karena dipisah dalam undang-undang yang berbeda. UU Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPD dan DPRD menggunakan sistem proporsional terbuka. UU Pilkada untuk penyelenggaraan pemilihan gubernur, bupati, wali kota secara langsung.

"Ini kerumitan pertama, sama-sama pemilu, tapi harus diatur dengan UU yang berbeda, sistem dan anggaran berbeda, padahal penyelenggaranya sama," katanya.

Indrajaya turut prihatin dengan besarnya anggaran Pemilu 2024, tapi ia tidak menafikan pesta demokrasi itu perlu biaya. Karena itu juga PKB mendorong Pilgub melalui DPRD.

"Itulah alasan PKB menjadi yang pertama mengusulkan Pilgub melalui DPRD," tegasnya.

Pilkada 2024 menelan anggaran Rp 37,4 triliun yang bersumber 40 persen dari APBD dan 60% dari APBN. Sedangkan anggaran Pileg dan Pilpres sebesar Rp 71,3 triliun. Dana tersebut belum termasuk tambahan biaya PSU untuk Pilkada di 287 TPS yang tersebar di 20 provinsi. 

Anggaran itu juga belum termasuk biaya pilkada ulang, karena kemenangan kotak kosong di Kabupaten Bangka dan Kota Pangkalpinang. Pilkada ulang ini akan digelar pada 27 Agustus 2025, karena menunggu naskah perjanjian hibah daerah (NPHD).

"Beruntung Pilpres 2024 satu putaran, bila dua putaran, negara harus menggelontorkan APBN  tambahan  sebesar Rp38,2 triliun," ungkapnya.

Hingga Senin (16/12/24), terdapat 275 gugatan hasil Pilkada ke MK yang sangat memungkinkan akan ada pemilihan ulang atau PSU di banyak TPS. Bila terjadi, sudah pasti negara akan kembali menggelontorkan ratusan milliar uang rakyat. 

Indrajaya juga menyoroti pembengkakan anggaran pemilu lima tahunan. Pemilu 2004 menyedot anggaran Rp 13,5 triliun, pada Pemilu 2009 naik menjadi Rp 47,9 triliun, pada Pemilu 2014 kembali mengalami kenaikan sebesar Rp 21,7 triliun, Pemilu 2019 Rp 24,8 triliun, dan terakhir Pemilu 2024 mencapai Rp 71,3 triliun. 

"Ini juga yang menjadi alasan PKB mendorong BPK melakukan audit menyeluruh dana pemilu agar tidak menimbulkan syakwasangka," jelasnya.

Indrajaya menegaskan, evaluasi sistem pemilu, selain untuk efektifitas penyelenggaraan, juga efisiensi anggaran untuk kepentingan yang sama besarnya membangun bangsa. 

"Bila anggaran pemilu dihemat, maka pemenuhan kebutuhan anggaran semisal untuk Program Makan Bergizi Gratis senilai Rp 71 triliun untuk tahun 2025 dan tambahan anggaran kesejahteraan guru ASN dan Non-ASN yang mencapai Rp 81,6 triliun pada APBN 2025 akan lebih ringan," pungkasnya.sinpo

Editor: Sri Utami Setia Ningrum
Komentar: