10 Hewan Endemik Indonesia yang Perlu Dilestarikan, Ada Apa Saja?

Oleh: Tim Redaksi
Jumat, 07 Februari 2025 | 06:30 WIB
Badak Sumatra. (Foto/Kemenlhk).
Badak Sumatra. (Foto/Kemenlhk).

BeritaNasional.com - Indonesia dikenal sebagai negara dengan keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Sebagai negara kepulauan, Indonesia menjadi rumah bagi banyak spesies hewan endemik, yaitu hewan yang hanya ditemukan di wilayah tertentu dan tidak dapat dijumpai secara alami di tempat lain. 

Berikut adalah beberapa hewan endemik Indonesia yang perlu dilestarikan untuk menjaga keseimbangan ekosistem.

1. Harimau Sumatra 

Harimau Sumatra memiliki tubuh lebih kecil dibandingkan jenis harimau lainnya serta warna kulit yang lebih gelap. Corak loreng hitamnya yang lebih rapat memiliki pola unik layaknya sidik jari manusia. Sayangnya, spesies ini masuk dalam kategori kritis akibat perburuan liar dan hilangnya habitat. Diperkirakan hanya tersisa sekitar 400 ekor di alam bebas.

2. Badak Sumatra

Badak Sumatra dapat ditemukan di Taman Nasional Bukit Barisan, Taman Nasional Gunung Leuser, dan Taman Nasional Way Kambas. Hewan ini termasuk dalam kategori sangat terancam punah, dengan populasi yang diperkirakan kurang dari 80 ekor. Badak Sumatra merupakan spesies badak terkecil dan satu-satunya badak bercula dua di Asia.

3. Orangutan

Indonesia memiliki tiga spesies orangutan, yaitu:

• Orangutan Sumatra (Pongo abelii) dengan bulu cokelat kemerahan dan berstatus kritis.

• Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) yang memiliki wajah besar dengan pelipis menyerupai bantal, kini berstatus terancam punah.

• Orangutan Tapanuli (Pongo tapanuliensis) yang merupakan spesies baru dan hanya ditemukan di Ekosistem Batang Toru, masuk dalam kategori sangat terancam punah.

4. Gajah Kalimantan 

Gajah Kalimantan memiliki ukuran tubuh lebih kecil dibandingkan gajah India, sehingga telinganya tampak lebih besar. Selain itu, gajah ini dikenal memiliki sifat yang lebih lembut dan tidak agresif dibandingkan spesies gajah lainnya.

5. Jalak Bali 

Burung Jalak Bali memiliki bulu putih dengan ujung ekor dan sayap berwarna hitam. Karakter burung ini periang dan gemar berkicau. Jalak Bali pernah dijadikan gambar dalam uang logam 200 rupiah yang diterbitkan pada tahun 2008.

6. Komodo 

Sebagai kadal terbesar di dunia, komodo hanya ditemukan di Pulau Komodo, Rinca, Flores, Gili Motang, dan Gili Dasami di Nusa Tenggara Timur. Komodo dikenal sebagai hewan yang agresif dan berbisa. Air liurnya mengandung bakteri berbahaya, sehingga gigitannya dapat mematikan.

7. Burung Maleo 

Burung Maleo adalah burung khas Sulawesi yang memiliki cara unik dalam bertelur. Alih-alih mengerami telurnya sendiri, Maleo mengubur telurnya di pasir panas atau tanah vulkanik. Burung ini hanya bertelur satu butir dalam setiap musim.

8. Tarsius Kerdil 

Tarsius kerdil, atau tarsius gunung, merupakan primata mungil dari Sulawesi Tengah dengan bobot hanya sekitar 50 gram. Spesies ini sempat dianggap punah pada awal tahun 2000-an, tetapi ditemukan kembali pada tahun 2008 di Gunung Rorekatimbu, Sulawesi Tengah.

9. Monyet Hitam Sulawesi 

Dikenal juga dengan sebutan yaki, monyet ini berasal dari Sulawesi Utara. Tubuhnya dipenuhi bulu hitam, dan monyet ini dikenal cerdas. Habitatnya berada di kawasan Cagar Alam Tangkoko.

10. Burung Cenderawasih 

Burung cenderawasih berasal dari Papua dan sering disebut sebagai “burung surga” oleh masyarakat setempat. Indonesia memiliki 30 spesies cenderawasih, di mana 28 di antaranya dapat ditemukan di Papua. Beberapa jenis cenderawasih yang terkenal adalah cenderawasih kuning kecil, cenderawasih botak, cenderawasih raja, dan cenderawasih merah.

Hewan-hewan endemik ini memiliki peran penting dalam keseimbangan ekosistem. Namun, keberadaan mereka semakin terancam akibat perburuan liar dan perusakan habitat. Jika kita tidak segera bertindak, generasi mendatang mungkin tidak akan dapat melihat keanekaragaman hayati yang luar biasa ini. Mari bersama-sama melindungi dan melestarikan kekayaan alam Indonesia demi masa depan yang lebih baik.

(Nadira Lathiifah)sinpo

Editor: Harits Tryan Akhmad
Komentar: