KPK Akan Perluas Kajian Pembiayaan Politik untuk Cegah Korupsi Pemilu

Oleh: Panji Septo R
Rabu, 21 Mei 2025 | 20:41 WIB
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) (Beritanasional/Panji)
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) (Beritanasional/Panji)

BeritaNasional.com -   Menurut Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, pihaknya telah melakukan kajian serupa pada 2011 yang berfokus pada perhitungan rasional bantuan keuangan untuk partai politik, baik dari APBN maupun APBD.

"Kajian tahun ini cakupannya diperluas dengan melihat pembiayaan politik secara keseluruhan, baik sebelum, saat, maupun setelah pemilu," ujar Budi di Gedung Merah Putih, Rabu (21/5/2025).

Budi mengatakan, tujuan kajian tersebut adalah untuk memetakan secara komprehensif potensi korupsi yang muncul akibat beban pembiayaan politik yang tinggi.

"Serta mekanisme penggunaan anggaran negara yang rentan disalahgunakan untuk kepentingan elektoral," tuturnya.

Selain partai politik, Budi menyebutkan bahwa KPK juga melakukan diskusi dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

"KPK juga akan berdiskusi dengan Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan, tentu terkait pembiayaannya, kemudian Kemendagri, serta para pakar dan pemangku kepentingan lainnya," katanya.

Ia menegaskan bahwa politikus merupakan salah satu akar dari tindak pidana korupsi, berdasarkan data yang dimiliki KPK sejak 2024 hingga 2025.

"Kalau kita melihat data dari 2024 sampai dengan Mei 2025, KPK telah menjerat sebanyak 363 anggota DPR dan DPRD, 171 bupati dan wali kota, serta 30 gubernur," ucapnya.

Sebelumnya, Pimpinan KPK, Fitroh Rohcahyanto, mengaku pernah mengusulkan agar partai politik diberikan dana besar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Fitroh menyampaikan usulan tersebut agar tidak ada politisi yang melakukan tindak pidana korupsi di Indonesia.

"KPK sudah beberapa kali memberikan rekomendasi kepada pemerintah untuk memberikan dana besar bagi partai politik agar partai politik dibiayai dari APBN," ujar Fitroh.

Fitroh mengatakan bahwa usulan itu pertama kali disampaikan di DPR RI saat uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test). Ia menyebut penyebab utama korupsi adalah sistem politik yang membutuhkan dana besar.

"Ketika ada pemodal, pasti juga ada timbal baliknya. Nah, timbal baliknya apa? Yang sering terjadi dalam kasus korupsi adalah timbal balik itu," tuturnya.

Ia mengatakan, jabatan yang diperoleh setelah memenangkan kontestasi politik dengan dana besar perlu "dibayar kembali" kepada pemodal.

Hal itu menyebabkan para pejabat yang terpilih melakukan tindakan melanggar hukum saat mengerjakan proyek-proyek di daerah, kementerian, maupun dinas-dinas.

Fitroh mengaku telah merekomendasikan pemberian dana besar kepada partai politik kepada pemerintah. Namun, hal itu belum terlaksana karena kondisi keuangan negara yang belum membaik.

"Kalau partai politik cukup dana, barangkali bisa mengurangi (korupsi), sehingga seluruh proses, baik pemilihan legislatif maupun pemilihan pejabat publik, dapat dibiayai oleh partai politik," katanya.

Ia berpendapat bahwa integritas merupakan hal paling penting yang harus dimiliki oleh pejabat, selain kecerdasan dan kepintaran. Hal tersebut mutlak diperlukan untuk membangun kesadaran antikorupsi.

"Apalagi menjadi pejabat berpeluang besar untuk mencuri uang rakyat. Kalau tidak memiliki integritas yang kuat, menurut saya sangat sulit," tandasnya.sinpo

Editor: Imantoko Kurniadi
Komentar: