Wamendikdasmen Sebut Revisi UU Sisdiknas Sebagai Langkah Satukan Seluruh Elemen Pendidikan

BeritaNasional.com - Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Atip Latipulhayat menilai, revisi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional merupakan langkah strategis menyatukan seluruh elemen pendidikan dalam satu sistem utuh.
Revisi UU Sisdiknas bukan hanya untuk penyesuaian teknis, tapi sebagai upaya mengembalikan marwah sistem pendidikan nasional sesuai amanat UUD 1945.
"Revisi ini bukan hanya karena UU-nya sudah berumur 22 tahun, tetapi karena ada kebutuhan untuk menyatukan semua komponen pendidikan yang selama ini terfragmentasi. Kita ingin kembali ke fitrahnya, satu sistem pendidikan nasional," ujarnya.
Dalam keterangan tertulisnya, Rabu (4/6/2025) Atip menekankan, meski revisi UU Sisdiknas merupakan inisiatif DPR, pemerintah ikut menyiapkan masukan substansi dalam konteks pendidikan dasar dan menengah.
UU Sisdiknas seharusnya tidak hanya mengatur pendidikan dasar dan menengah tapi juga mencakup payung hukum semua jenjang pendidikan termasuk pendidikan tinggi dan pesantren.
"Selama ini ada kesan bahwa UU Sisdiknas milik dikdasmen. Sementara pendidikan tinggi, guru dan dosen diatur di undang-undang terpisah. Bahkan ada yang bertentangan, misalnya pendidikan tinggi seharusnya diatur lewat PP, tapi justru diatur lewat UU tersendiri," paparnya.
Pemerintah bersama DPR sedang menyiapkan kodifikasi undang-undang yang berkaitan dengan pendidikan. Atip membuka peluang UU Sisdiknas diintegrasikan dengan UU Pendidikan Tinggi, UU Guru dan Dosen, sampai UU Pesantren.
"Kita sudah menyusun sistematika awal bersama Badan Keahlian DPR, dan itu sudah dikirimkan ke kementerian-kementerian terkait untuk menjadi acuan dalam penyusunan draf perubahan," terangnyam
Revisi UU Sisdiknas akan menyentuh aspek substansial seperti pemanfaatan teknologi dalam pendidikan, perubahan kurikulum yang dinamis, dan pembenahan sistem pendidikan profesi guru.
"Kita akan mulai ajarkan coding dan kecerdasan buatan di jenjang dasar dan menengah. Undang-undangnya harus bisa mengakomodasi perkembangan seperti ini"
Ia juga mengkritisi logika dalam pendidikan profesi guru yang selama ini menimbulkan ketimpangan. Misalnya, lulusan LPTK masih diwajibkan mengikuti Pendidikan Profesi Guru (PPG), sementara lulusan non-kependidikan cukup satu tahun sudah bisa menjadi guru.
"Kalau pakai logika kedokteran, ini seperti sarjana ilmu politik langsung ikut koas. Itu kan tidak masuk akal," imbuhnya.
Ia menyebut revisi UU Sisdiknas akan dilakukan dengan tiga pendekatan yakni revisi parsial, revisi total pada pasal tertentu, dan penghapusan pasal yang sudah tidak relevan. Semua bertujuan untuk menghadirkan pendidikan yang adil, berkualitas, dan adaptif terhadap perkembangan zaman.
Terkait putusan Mahkamah Konstitusi yang menegaskan pendidikan dasar (SD dan SMP) harus bebas pungutan, Atip menilai ini harus dijawab dengan perbaikan politik anggaran. Ia menyayangkan bahwa realisasi anggaran wajib belajar dari total 20% anggaran pendidikan nasional justru hanya 4,9%.
"Negara ini langka, mencantumkan 20% anggaran pendidikan secara eksplisit di konstitusi. Tapi dalam praktiknya, untuk SD dan SMP cuma 4,9% dari total itu. Ini artinya undang-undang harus mengatur ulang prioritas anggaran," tandasnya.
GAYA HIDUP | 21 jam yang lalu
GAYA HIDUP | 2 hari yang lalu
OLAHRAGA | 2 hari yang lalu
OLAHRAGA | 1 hari yang lalu
EKBIS | 2 hari yang lalu
OLAHRAGA | 1 hari yang lalu
OLAHRAGA | 1 hari yang lalu
OLAHRAGA | 1 hari yang lalu
EKBIS | 1 hari yang lalu
OLAHRAGA | 1 hari yang lalu