KPK Beberkan 9 Kerawanan Korupsi di Sektor Pendidikan

Oleh: Panji Septo R
Senin, 16 Juni 2025 | 13:45 WIB
Juru bicara KPK Budi Prasetyo (BeritaNasional/Panji)
Juru bicara KPK Budi Prasetyo (BeritaNasional/Panji)

BeritaNasional.com -  Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku masih sering menemukan permasalahan dan kerawanan korupsi pada pelaksanaan pelayanan publik di sektor pendidikan.

Menurut Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, saat ini pihaknya telah memprioritaskan pendidikan sebagai sektor yang perlu mendapat upaya pencegahan korupsi.

"Secara umum beberapa permasalahan korupsi pada layanan publik adalah pemberian gratifikasi seperti membayar lebih," ujar Budi dalam keterangan tertulis, Senin (16/6/2025).

Budi mengatakan bayaran lebih itu biasanya diberikan agar layanan bisa dipercepat. Selain itu, dia juga menduga adanya pemerasan atau pungutan liar.

"Lalu kurangnya transparansi dan akuntabilitas, birokrasi yang rumit, pelayanan yang tidak responsif, sehingga minim kepuasan publik," tuturnya.

"KPK melalui fungsi koordinasi dan supervisi akan terus melakukan pemantauan terkait upaya-upaya pencegahan korupsi pada sektor Pendidikan. KPK juga terbuka untuk melakukan pendampingan," tandas Budi.

Berikut 9 permasalahan dan kerawanan korupsi yang masih ditemukan KPK pada pelaksanaan pelayanan publik di sektor pendidikan:

1. Penyuapan/pemerasan/gratifikasi pada penerimaan peserta didik baru//Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB).

2. Kurangnya transparansi kuota dan persyaratan dalam penerimaan peserta didik baru/Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) sehingga membuka celah penyuapan/pemerasan/gratifikasi.

3. Penyalahgunaan jalur masuk penerimaan peserta didik yang tidak sesuai (prestasi, afirmasi, perpindahan orang tua, dan zonasi/domisili).

4. Untuk zonasi seringkali terjadi pemalsuan dokumen Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP), melakukan perpindahan sementara; (Tahun 2025, zonasi diubah menjadi domisili).

5. Untuk Afirmasi data, Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) banyak tidak sesuai, banyak yang sebenarnya mampu tapi masuk dalam DTSEN;

6. Untuk perpindahan tugas orang tua baru khusus Aparatur Sipil Negara (ASN) dan pegawai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), sedangkan untuk orang tua yang bekerja swasta belum diakomodir;

7. Seringkali terbit piagam-piagam palsu untuk dapat masuk jalur prestasi. Dan untuk prestasi seperti tafis Quran hanya terbatas bagi pemeluk agama tertentu dan belum mengakomodir seluruh pemeluk agama;

8. Pemanfaatan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) seringkali tidak sesuai peruntukan, dan pertanggungjawaban dana BOS seringkali tidak disertai bukti;

9. Variabel penentuan BOS berdasarkan jumlah siswa, berjenjang dari sekolah meningkat s.d. ke Kementerian. Modus pelanggaran Dana BOS diantaranya kolaborasi antara pihak sekolah dan dinas terkait untuk mempermainkan jumlah siswa.

 

 sinpo

Editor: Sri Utami Setia Ningrum
Komentar: