KPK Dalami Besaran Uang yang Diminta dalam Kasus Pemerasan TKA di Kemnaker

Oleh: Panji Septo R
Selasa, 24 Juni 2025 | 16:24 WIB
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo. (BeritaNasional/Panji Septo)
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo. (BeritaNasional/Panji Septo)

BeritaNasional.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami permintaan dan besaran uang dalam kasus dugaan pemerasan tenaga kerja asing (TKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker). 

Menurut Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, pendalaman itu dilakukan tim penyidik dengan memeriksa tiga saksi dari pihak swasta.

“Para saksi hadir dan didalami terkait dengan permintaan dan besaran uang yang diminta dalam pengajuan izin penggunaan TKA,” ujar Budi dalam keterangan tertulis pada Selasa (24/6/2025).

Tiga saksi tersebut di antaranya, Pemilik PT Samyang Indonesia Peter Surya Wijaya (Peter Chang), Direktur PT Gerbang Sarana Indonesia Sucipto, dan Direktur PT Gria Visa Solusi Yuli Pramujiyanti.

“Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK,” tuturnya.

Sebelumnya, KPK menduga ada aliran dana dari para tersangka kepada para mantan staf khusus Kementerian Ketenagakerjaan.

Budi mengatakan pendalaman itu dilakukan saat penyidik memeriksa mantan Staf Khusus Menteri Ketenagakerjaan era Hanif Dhakiri, Luqman Hakim.

“Penyidik mendalami dugaan adanya aliran dana dari para tersangka ke Para Staf Khusus Kemenaker,” katanya.

Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan delapan tersangka yang diduga melakukan pemerasan terhadap tenaga kerja asing yang akan bekerja di Indonesia.

Pelaksana Harian (Plh) Direktur Penyidikan KPK, Budi Sukmo menyatakan bahwa para TKA diperas saat mengurus perizinan. 

Perizinan tersebut harus dilakukan melalui Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Ditjen Binapenta dan PKK).

"Kewenangan pengeluaran RPTKA ini ada di Ditjen Binapenta. Dari sini ternyata ada celah-celah dalam proses pembuatan RPTKA," ujar Budi Sukmo.

Salah seorang tersangka adalah Staf Ahli Menteri Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Internasional, Haryanto (HYT). 

Budi menyebut bahwa Haryanto menerima uang senilai Rp18 miliar dalam kasus dugaan pemerasan terhadap TKA tersebut.

"Sampai saat ini, berdasarkan alat bukti yang kami miliki, HYT menerima sekurang-kurangnya Rp 18 miliar," ujarnya.

Budi juga mengungkapkan bahwa tujuh tersangka lainnya menerima uang pemerasan dalam jumlah yang berbeda selama periode 2019–2024:

Suhartono (Dirjen Binapenta dan PKK Kemnaker 2020–2023): sekitar Rp 460 juta

Wisnu Pramono (Direktur PPTKA Kemnaker 2017–2019): sekitar Rp 580 juta

Devi Anggraeni (Direktur PPTKA Kemnaker 2024–2025): sekitar Rp 2,3 miliar

Gatot Widiartono (Koordinator Analisis dan PPTKA Kemnaker 2021–2025): sekitar Rp6,3 miliar

Putri Citra Wahyoe (Petugas Saluran Siaga RPTKA 2019–2024 dan verifikator pengesahan RPTKA 2024–2025): sekitar Rp 13,9 miliar

Jamal Shodiqin (Analis TU Direktorat PPTKA 2019–2024 dan Pengantar Kerja Ahli Pertama Direktorat PPTKA 2024–2025): sekitar Rp 1,8 miliar

Alfa Eshad (Pengantar Kerja Ahli  Kemnaker 2018–2025): sekitar Rp 1,1 miliar

Dengan demikian, total uang yang diterima oleh delapan tersangka dalam kasus dugaan pemerasan pengurusan rencana penggunaan TKA mencapai sekitar Rp 53 miliar.sinpo

Editor: Tarmizi Hamdi
Komentar: