NasDem Nilai Putusan MK soal Pemisahan Pemilu Inkonsitusional

Oleh: Ahda Bayhaqi
Selasa, 01 Juli 2025 | 07:16 WIB
Gedung Mahkamah Konstitusi (BeritaNasional/Oke Atmaja)
Gedung Mahkamah Konstitusi (BeritaNasional/Oke Atmaja)

BeritaNasional.com - Partai NasDem menilai putusan Mahkamah Konstitusi terkait pemisahan pemilu nasional dan daerah inkonstitusional. Putusan itu dianggap menabrak aturan di UUD 1945.

Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem Lestari Moerdijat menyampaikan sikap Partai NasDem terkait putusan tersebut. Putusan MK dinilai akan mengakibatkan pelanggaran konstitusi.

"Pelaksanaan putusan MK dapat mengakibatkan krisis konstitusional bahkan deadlock constitutional. Sebab, apabila Putusan MK dilaksanakan justru dapat mengakibatkan pelanggaran konstitusi," ujar Lestari dalam siaran pers dikutip Selasa (1/7/2025).

NasDem menganggap terjadi pelanggaran konstitusi karena tidak dilakukan pemilihan anggota DPRD dalam lima tahun. Dalam Pasal 22E UUD NR 1945 menyatakan pemilu dilaksanakan setiap 5 tahun sekali. 

"Dengan demikian, ketika setelah 5 tahun periode DPRD tidak dilakukan pemilu DPRD maka terjadi pelanggaran konstitusional," ujar Lestari.

NasDem berpendapat MK telah mengambil kewenangan legislatif terkait open legal policy yang merupakan kewenangan DPR dan presiden atau pemerintah. MK dinilai telah menjadi negative legislative yang bukan kewenangannya dalam sistem hukum demokratis dan tidak melakukan metode moral reading dalam menginterpretasi hukum dan konstitusi.

"MK melanggar prinsip kepastian hukum, yakni prinsip hukum yang tidak mudah berubah, bahwa putusan hakim harus konsisten. Dari sini jelas menegaskan pentingnya kepastian hukum dan stabilitas dalam sistem hukum, dan putusan hakim yang tidak konsisten dan berubah-ubah dapat menyebabkan ketidakpastian dan ketidakpercayaan masyarakat terhadap sistem hukum, ini sebagai moralitas internal dari sistem hukum," jelas Lestari.

Wakil Ketua MPR RI ini mengatakan, putusan MK terkait pemisahan pemilu nasional dan daerah dinilai inkonstitusional dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

"Pemisahan skema pemilihan Presiden, DPR RI, DPD RI dengan Kepala Daerah dan DPRD adalah melanggar UUD NRI 1945 dan karenanya Putusan MK tidak mempunyai kekuatan mengikat dan merupakan putusan inkonstitusional," jelas Lestari.

NasDem menegaskan bahwa pemilu harus diselenggarakan setiap 5 tahun sekali sesuai Pasal 22E UUD NRI 1945. Kepala daerah termasuk dalam rezim pemilu lima tahunan tersebut.

Sehingga putusan MKJ itu melampaui masa pemilihan 5 tahun sekali yang diatur oleh konstitusi.

"MK dalam kapasitas sebagai guardian of constitution tidak diberikan kewenangan untuk merubah norma dalam UUD, sehingga putusan MK terkait pergeseran pemilihan kepala daerah dan DPRD melampaui masa pemilihan 5 tahun adalah inkonstitusional bertentangan dengan pasal 22E UUD NRI 1945," katanya. 

Putusan MK tersebut juga berimplikasi pada perpanjangan masa jabatan anggota DPRD. Menurut NasDem, perpanjangan masa jabatan ini tanpa landasan demokratis.

NasDem juga menilai putusan MK tersebut bertentangan dengan putusan MK sebelumnya.

"Oleh karena itu, krisis konstitusional ini harus dicarikan jalan keluarnya agar semua kembali kepada ketaatan konstitusi dimana konstitusi memerintahkan pemilu (pileg dan pilpres) dilaksanakan setiap 5 tahun sekali, tanpa ada perintah sistem pemilu seperti apa yang harus dijalankan, sehingga pilihan sistem penyelenggaraan pemilu harus kembali menjadi open legal policy sesuai yang dimaksudkan oleh konstitusi itu sendiri," jelas Lestari.

NasDem menegaskan, MK seharusnya tunduk pada batas kebebasan kekuasaan kehakiman dan tidak memiliki kewenangan untuk menetapkan norma baru.

"Apalagi membuat putusan merubah norma konstitusi UUD NRI 1945. Dengan keputusan ini MK sedang melakukan pencurian kedaulatan rakyat," ujar Lestari.

"Partai NasDem mendesak DPR RI untuk meminta penjelasan MK dan menertibkan cara MK memahami norma Konstitusi dalam  mengekspresikan sikap kenegarawanannya yang melekat pada diri para hakimnya," pungkasnya.sinpo

Editor: Harits Tryan
Komentar: