Eks Penyidik KPK Beberkan Bahaya Laten Korupsi Pengadaan Barang dan Jasa

Oleh: Panji Septo R
Selasa, 01 Juli 2025 | 08:48 WIB
Ilustrasi korupsi pengadaan barang dan jasa (Foto/Pixabay)
Ilustrasi korupsi pengadaan barang dan jasa (Foto/Pixabay)

BeritaNasional.com - Mantan Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Praswad Nugraha membeberkan bahaya laten kasus dugaan korupsi berupa suap dalam pengadaan barang dan jasa.

Hal tersebut dia ungkapkan menyoroti operasi tangkap tangan (OTT) Kepala Dinas PU Sumatera Utara Topan Obaja Putra Ginting dan tersangka lainnya.

Menurut Praswad, suap dalam pengadaan barang dan jasa khususnya pada bidang infrastruktur bukan merupakan modus yang baru dalam dunia korupsi.

“Suap atau pemberian fee menduduki peringkat tertinggi dalam jenis perkara yang ditangani KPK sejak lembaga antirasuah berdiri,” ujar Praswad kepada Beritanasional.com, Selasa (1/7/2025).

Praswad mengatakan, kasus dugaan korupsi di Dinas Pekerjaan Umum (PU) merupakan modus berulang yang sudah berlangsung puluhan tahun.

“Suap biasanya dibagi antar aktor, dengan potongan wajib sebesar 15-20 persen dari total nilai proyek infrastruktur hampir pada seluruh wilayah di Indonesia,” tuturnya.

Ia juga mengatakan proyek infrastruktur menjadi ladang korupsi bagi kepala daerah dan pejabat bawahannya karena bernilai besar dan strategis.

“Proyek juga menjadi ladang korupsi yang paling mudah untuk menghitung keuntungannya, sesederhana berapa nilai proyek, langsung dipotong didepan sebesar 20 persen,” kata dia.

Akibatnya, kata Praswad, pembangunan tidak maksimal dan rakyat tidak merasakan manfaatnya untuk jangka waktu yang sangat lama.

“Selain nilai setoran wajib 15-20 persen itu, pelaksana pekerjaan juga biasnaya mengambil keuntungan untuk membiayai gaji karyawan, operasional perusahaan, dan lain-lain,” lanjutnya.

Dengan demikian, Praswad mengatakan secara faktual hanya 40-60 persen saja anggaran proyek infrastruktur yang secara riil benar-benar menjadi barang atau bangunan fisik.

“Sisanya menguap menjadi ongkos pelicin,” tandasnya. sinpo

Editor: Dyah Ratna Meta Novia
Komentar: