Bareskrim Temukan Kejanggalan Serius dalam Kasus Kematian Brigadir Nurhadi

Oleh: Bachtiarudin Alam
Minggu, 13 Juli 2025 | 09:45 WIB
Gedung Bareskrim Polri. (Foto/Humas Polri)
Gedung Bareskrim Polri. (Foto/Humas Polri)

BeritaNasional.com - Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri mengungkap sederet kejanggalan dalam proses penanganan kasus kematian Brigadir Nurhadi yang hingga kini masih ditangani Polda Nusa Tenggara Barat (NTB) itu.

Disampaikan Direktur Dittipidum Bareskrim Polri, Brigjen Pol Djuhandani Raharjo Puro bahwa temuan ini didapat setelah pihaknya ikut turun tangan memberikan asistensi atas kasus yang menjadi sorotan masyarakat.

“Karena hasil pembuktian secara saintifik, menunjukkan masih ada penerapan pasal yang kurang tepat, serta kami menyarankan tambahan pasal dalam kasus ini,” kata Djuhandani dikutip Minggu (13/7/2025).

Sebab, Djuhandani menyebut alasan itu karena ada dua kejanggalan serius yang menjadi sorotan utama. Salah satunya berkaitan dengan upaya salah satu tersangka terhadap pihak medis.

"Klinik pertama tidak mendokumentasikan luka korban karena tekanan dari pihak tertentu. Ini diduga dilakukan salah satu tersangka. Selain itu adanya dugaan intimidasi salah satu tersangka terhadap dokter agar tidak menjalankan SOP medis," kata dia.

Tak hanya itu, lanjut Djuhandani, salah satu dokter bahkan diduga mendapat intimidasi agar tidak menjalankan prosedur medis semestinya. Hal ini menimbulkan dugaan kuat adanya upaya sistematis untuk menghilangkan jejak kekerasan terhadap korban.

Selain tekanan terhadap tenaga medis, kejanggalan lain muncul dari tidak sinkronnya waktu pelaporan, olah TKP, serta permintaan autopsi yang baru dilakukan beberapa hari setelah korban dinyatakan meninggal.

"Penetapan pasal juga masih belum final, antara opsi Pasal 359 KUHP mengenai kelalaian menyebabkan kematian dan Pasal 351 Ayat 3 KUHP tentang penganiayaan berat, maupun potensi Pasal 338 tentang pembunuhan," tuturnya.

Fakta mengejutkan lainnya adalah temuan penggunaan narkoba oleh korban maupun sejumlah tersangka. Bahkan, ada rekaman video yang menunjukkan korban masih dalam keadaan hidup sesaat sebelum akhirnya tewas.

Dengan demikian data digital dan bukti forensik bisa menjadi kunci pembuktian dalam kasus ini. Termasuk potensi penerapan Pasal 221 KUHP tentang Obstruction of Justice dalam kasus ini.

"Pasal ini bisa jadi sebagai petunjuk pelaku utama," imbuhnya.

Dalam kasus kematian Brigadir Nurhadi, sampai saat ini total ada tiga orang ditetapkan tersangka, yakni Kompol IMYPU (atasan korban), Ipda HC (atasan korban), dan perempuan berinisial M, ketiganya kini telah ditahan di Dittahti Polda NTB.

Adapun kematian dari Brigadir Nurhadi berawal dari korban yang ikut dalam perjalanan ke Gili Trawangan bersama kedua atasannya dan dua perempuan, termasuk M dan seorang lainnya berinisial P. Perjalanan itu bertujuan untuk menghadiri pesta.

Saat itu, korban turut mengonsumsi sesuatu sampai akhirnya dinyatakan meninggal dunia antara pukul 20.00–21.00 WITA. Awalnya, keluarga menolak proses autopsi. Namun karena banyak kejanggalan, penyelidikan pun dilakukan.

Dari keputusan Polda NTB melakukan ekshumasi (penggalian kembali makam) pada 1 Mei 2025 dan menjalankan autopsi untuk memastikan penyebab kematian. Barulah didapati, luka di tubuh Brigadir Nurhadi, di antaranya memar di kepala dan leher, tulang hyoid patah dengan resapan darah, berujung dugaan penganiayaan.sinpo

Editor: Harits Tryan
Komentar: