Bantah Judicial Review ke MA Jadi Skenario Suap, Kubu Hasto Bakal Beberkan Buktinya saat Duplik

BeritaNasional.com - Kuasa hukum Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto, Febri Diansyah, menyampaikan keberatan atas argumentasi penuntut umum yang menyebut pengajuan judicial review ke Mahkamah Agung (MA) sebagai bagian awal dari skenario suap.
Menurut dia, tudingan itu adalah kekeliruan logika yang sangat mendasar. Sebab, tidak ada bukti yang mengarah bahwa perintah suap kepada mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan terkait pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR atas perintah kliennya.
“Pengajuan judicial review itu sah secara hukum, dijamin konstitusi, dan diatur dalam undang-undang,” kata Febri seusai sidang pembacaan replik jaksa atas pleidoi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin (14/7/2025).
Karena itu, Febri memandang argumen JPU dari KPK menuding judicial review yang diajukan PDIP sebagai skenario suap adalah bentuk ketidakmampuan dalam membuktikan tindak pidana.
Sebab, alasan melakukan judicial review bukan untuk menguji undang-undang, melainkan menguji Peraturan KPU terhadap undang-undang, karena terdapat kekosongan hukum.
“Kami menilai ini bentuk ketidakmampuan penuntut umum membuktikan adanya perintah suap dari Pak Hasto. Lalu, diarahkan seolah-olah judicial review adalah perbuatan permulaan dari suap,” kata Febri.
Lebih lanjut, Febri menegaskan, justru saksi-saksi kunci yang telah dihadirkan oleh jaksa penuntut umum (JPU) KPK sendiri memperjelas bahwa Hasto tidak terlibat dalam skenario suap.
“Saksi Saiful Bahri dan Doni Tri Istiqomah dengan terang mengatakan bahwa skenario suap itu mereka buat sendiri. Tidak pernah ada arahan, perintah, atau laporan ke Pak Hasto,” katanya.
Menurut dia, fakta tersebut menjadi pembeda jelas antara tindakan yang sah secara konstitusional dengan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pihak lain yang proses hukumnya telah inkrah.
Febri juga menyoroti ketidakkonsistenan jaksa KPK dalam menyikapi dua putusan sebelumnya yang telah inkrah. Dia menilai, jika ini perkara baru, seharusnya jaksa memulai dari proses penyelidikan yang benar sejak awal.
Namun, faktanya, penyelidikan yang digunakan oleh KPK masih merujuk pada kasus lama sejak Desember 2019. Dalam sidang tersebut, jaksa sebelumnya menyampaikan 16 poin yang dianggap memperkuat dugaan keterlibatan Hasto.
Namun, menurut kuasa hukum, seluruh poin tersebut hanya berkutat pada komunikasi antarpihak lain yang tidak berkaitan langsung dengan tindakan konstitusional PDIP melalui Hasto Kristiyanto.
Febri menyampaikan pihaknya akan memberikan jawaban lengkap atas seluruh tuduhan jaksa pada agenda sidang duplik yang dijadwalkan pada Jumat (18/7/2025).
“Kami akan uraikan secara tegas dan berdasarkan bukti-bukti hukum dalam duplik nanti. Yang pasti, penting bagi kita untuk memisahkan secara jernih mana perbuatan yang sah dan mana yang tidak sah,” sebutnya.
Dalam sidang hari ini, JPU telah menyampaikan replik terhadap pleidoi dari terdakwa Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto yang pada pokoknya meminta Majelis Hakim untuk menolak pembelaan tersebut.
Jadi, Hasto diharapkan tetap dituntut 7 tahun penjara dan denda Rp 600 juta subsider 6 bulan kurungan. Tuntutan itu diberikan karena Hasto dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana menghalangi penyidikan dan pemberian suap.
Terkait perintangan penyidikan, jaksa mendakwa Hasto melanggar Pasal 21 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Sementara itu, dalam perkara suap, Hasto didakwa bersama-sama melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
PERISTIWA | 1 hari yang lalu
PERISTIWA | 17 jam yang lalu
GAYA HIDUP | 1 hari yang lalu
OLAHRAGA | 2 hari yang lalu
EKBIS | 2 hari yang lalu
OLAHRAGA | 8 jam yang lalu
PERISTIWA | 18 jam yang lalu
OLAHRAGA | 13 jam yang lalu
OLAHRAGA | 1 hari yang lalu
HUKUM | 2 hari yang lalu